Pentingnya Regulasi Berkelanjutan untuk Kuatkan Sektor Padat Karya

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 9 Jun 2025, 18:50
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Ilustrasi industri tekstil. Ilustrasi industri tekstil. (Ntvnews.id)

Ntvnews.id, Jakarta - Optimalisasi sektor industri padat karya sebagai pendorong utama ekonomi nasional memerlukan regulasi yang tepat dan konsisten. Pemerintah diharapkan dapat merancang kebijakan yang mendukung pertumbuhan sektor ini agar mampu menciptakan lapangan kerja luas dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif serta berkelanjutan.

CEO Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Anton Rizki Sulaiman, menegaskan bahwa penciptaan iklim investasi yang terbuka dan kemudahan berusaha merupakan hal mendasar untuk mendorong pertumbuhan sektor padat karya.

"Membangun industri dan lapangan pekerjaan sangat penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat," ujar Anton dalam keterangannya, Senin, 9 Juni 2025.

Ia mengusulkan agar pemerintah meninjau ulang berbagai kebijakan yang berpotensi membatasi pertumbuhan sektor ini. Menurutnya, langkah ini penting demi meningkatkan daya saing usaha dalam negeri.

“Dapat dilakukan dengan mengurangi atau menghilangkan berbagai restriksi pasar, hambatan-hambatan non-tarif, perizinan yang rumit, atau sertifikasi wajib yang menyulitkan pengusaha, terutama pengusaha mikro dan kecil, yang menjadi motor perekonomian yang sehat," jelasnya.

Baca Juga: 58 Negara Terancam Krisis, Mentan Amran Akan Perkuat Ketahanan Pangan Lewat Hilirisasi Pertanian

Anton memperingatkan bahwa tanpa perubahan pendekatan dalam kebijakan industrialisasi, sektor industri nasional akan sulit berkembang secara berkelanjutan. Ia juga menyoroti risiko dari regulasi yang justru menjadi penghambat.

"Kebijakan yang dimaksudkan untuk mendukung industrialisasi, tetapi tanpa dukungan pada aspek fundamental seperti iklim investasi, kemudahan berusaha, atau akses pada bahan baku dan teknologi, aturan tersebut justru menghalangi produktivitas dan daya saing global," jelasnya.

Ia menambahkan bahwa kontribusi sektor manufaktur terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia mengalami penurunan dalam dua dekade terakhir, dari 28,06% pada 2004 menjadi 18,67% pada 2023.

"Angka tersebut jauh di bawah negara-negara tetangga Indonesia seperti Malaysia, Vietnam dan Thailand yang nilai tambah sektor manufakturnya berada di sekitar angka 23% dari PDB masing-masing negara," katanya.

Industri padat karya seperti manufaktur, pertanian, perkebunan, perikanan, konstruksi, makanan-minuman, dan pengolahan tembakau merupakan sektor yang menyerap banyak tenaga kerja dan telah lama menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.

Baca Juga: Ditemui Menteri ESDM, Warga Pulau Gag Minta Tambang Nikel Dilanjutkan

Misalnya, sektor tekstil dan garmen menyerap sekitar 3 juta tenaga kerja, industri alas kaki sekitar 1 juta, dan industri furnitur sekitar 500 ribu. Industri hasil tembakau sendiri menyerap hingga 6 juta pekerja dan memberikan kontribusi besar terhadap penerimaan negara melalui cukai dan pajak.

Sementara itu, Direktur Riset Socio-Economic & Educational Business Institute (SEEBI), Haryo Kuncoro, mengamati adanya penurunan kualitas sektor padat karya dalam beberapa tahun terakhir. Gejala penurunan ini, menurutnya, sudah tampak sejak awal tahun lalu, terutama di sektor tekstil yang mulai kehilangan pangsa pasar di Jakarta dan sekitarnya.

"Sekarang ini kemudian banyak PHK, tutup, itu sebetulnya adalah rentetan peristiwa yang terhubung dengan sebelum-sebelumnya," ujar Haryo.

Sebagai solusi, Haryo menyarankan adanya program reindustrialisasi dengan fokus pada sektor-sektor padat karya.

"Investasi yang ada mestinya diarahkan ke sana. Jangan saja yang gede-gede yang padat modal, tetapi juga yang padat karya," jelasnya.

Baca Juga: Danantara-BlackRock Jajaki Peluang Investasi Sektor Hilirisasi Mineral dan EBT

Menurutnya, insentif kebijakan seperti dukungan dari Bank Indonesia (BI), fasilitas kredit, hingga kebijakan fiskal dan legislatif perlu dirancang dalam kerangka besar yang terstruktur.

"Reindustrialisasi dengan menata ulang, itu desain besar untuk memetakan sektor-sektor padat karya yang memang perlu, itu butuh segera untuk dilakukan," tegasnya.

Haryo juga menekankan pentingnya perlindungan tenaga kerja sebagai bagian integral dari penguatan industri padat karya. Kebijakan yang menjamin upah layak, perlindungan sosial, dan keselamatan kerja harus diperkuat.

"Jadi kita tidak bisa bertopang pada upah murah, tapi upah yang reasonable dalam konteks ekonomi. Supaya itu persepsinya sama, bahwa sektor padat karya itu bukan hanya yang menyerap banyak tenaga kerja, tapi juga yang menutupi remunerasi," ujarnya.

Dengan regulasi yang berpihak dan tepat sasaran, sektor padat karya diyakini mampu memberikan kontribusi besar terhadap perekonomian nasional. Selain menciptakan lapangan kerja, sektor ini juga memiliki efek pengganda terhadap sektor-sektor lain seperti perdagangan, jasa, dan logistik. Oleh karena itu, dukungan kebijakan menjadi kunci dalam menjadikan industri padat karya sebagai motor pertumbuhan yang berkelanjutan dan inklusif.

x|close