Ntvnews.id, Jakarta - Pemerintah didorong untuk menghentikan kenaikan cukai hasil tembakau (CHT) selama tiga tahun ke depan. Usulan ini dianggap penting untuk menjaga stabilitas sektor industri hasil tembakau (IHT), yang menjadi tumpuan hidup bagi jutaan petani, buruh, dan pelaku usaha kecil.
Momen ini dinilai tepat seiring dengan penunjukan Letjen TNI (Purn) Djaka Budi Utama sebagai Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang baru. Sosoknya diharapkan dapat menyeimbangkan kepentingan fiskal negara dengan keadilan sosial, mengingat kontribusi ekonomi sektor pertembakauan yang signifikan terhadap penerimaan negara.
Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Agus Parmuji, menyatakan dukungan penuh terhadap wacana tersebut. Menurutnya, jeda kenaikan tarif cukai akan memberikan ruang bernapas bagi seluruh ekosistem pertembakauan yang selama ini terdampak oleh tekanan kebijakan fiskal.
Baca Juga: Istana Tanggapi Pernyataan Fadli Zon Soal Tragedi 1998
“Sangat bagus usulan moratorium itu untuk Dirjen Bea Cukai baru,” ujar Agus dalam keterangannya, Senin, 16 Juni 2025.
Ia menyoroti bahwa dalam lima tahun terakhir, kenaikan tarif CHT berlangsung tanpa mempertimbangkan daya beli masyarakat yang justru menurun. Situasi ini, lanjutnya, menyebabkan permintaan tembakau dari industri merosot tajam.
Tak hanya itu, Agus juga mengingatkan bahwa kebijakan tersebut memperparah peredaran rokok ilegal yang kini semakin tak terkendali.
“Apalagi sekarang ini pemerintah belum mampu menjaga rokok ilegal. Kalau kita mau jujur, di pasaran peredaran rokok legal dan ilegal hampir 50-50,” ucapnya.
Kenaikan Cukai Dinilai Melemahkan Industri
Sosiolog dari Universitas Gadjah Mada, AB Widyanta, turut memberikan pandangan kritis terhadap kebijakan kenaikan cukai rokok. Ia menilai, alih-alih meningkatkan penerimaan negara, kebijakan itu justru melahirkan kontradiksi karena mendorong kemunculan rokok ilegal yang semakin merugikan secara fiskal.
"Kontraksi, di mana sebetulnya itu juga munculnya rokok-rokok ilegal, itu sangat terasa. Yang ujungnya justru kontraproduktif dengan target pemerintah untuk pendapatan cukai,” katanya.
Menurut Widyanta, dibutuhkan perencanaan kebijakan cukai tembakau yang lebih matang dan berpihak. Ia menyambut baik gagasan pemberlakuan moratorium sebagai langkah awal menuju regulasi yang lebih adil.
“Bagus kalau misalnya itu ditentukan target tiga tahun ke depan,” jawabnya.
Baca Juga: Pengelola Sekolah Swasta Diduga Tipu Puluhan Orangtua Murid di Bekasi
Ia juga menegaskan bahwa penyusunan kebijakan CHT sebaiknya melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk para petani dan buruh, agar keputusan yang diambil mencerminkan keadilan antarsektor.
“Libatkan mereka untuk mengkalkulasi, menakar dimensi-dimensi berbagai sektor secara berimbang, sehingga tetap ada proteksi terhadap para petani tembakau dan buruh-buruh di pabrik industri tembakau,” jelas Widyanta.
Lebih jauh, ia menekankan bahwa kebijakan fiskal tidak bisa dipisahkan dari aspek kesejahteraan sosial. Karena itu, ia berharap Dirjen Bea Cukai yang baru mampu memandang isu cukai secara menyeluruh dan tidak hanya dari sisi penerimaan negara.
“Ada banyak warga negara kita yang hidup dari IHT, maka mestilah kita memproteksi apa yang menjadi penghidupan warga negara itu. Kalau Pak Djaka bisa sampai kepada perhitungannya menyeluruh holistik seperti itu, saya kira kita akan menjadi bangsa yang berdaulat dengan menata-kelola potensi-potensi sumber yang kita punya,” pungkasnya.