Penyeragaman Kemasan Rokok Dinilai Perlu Kajian Mendalam dari Berbagai Sisi

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 23 Jun 2025, 19:20
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Ilustrasi kemasan rokok. Ilustrasi kemasan rokok. (Ntvnews.id)

Ntvnews.id, Jakarta - Usulan kebijakan penyeragaman kemasan rokok yang tertuang dalam peraturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 kembali menuai kritik. Meskipun Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menegaskan bahwa konsepnya berbeda dari kemasan polos atau putih, banyak pihak menilai langkah ini dapat memberikan dampak serius terhadap perekonomian nasional, terutama bagi sektor industri hasil tembakau (IHT).

Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, menegaskan bahwa kebijakan tersebut tidak menghapus merek maupun logo produk, namun hanya menyeragamkan elemen-elemen visual seperti warna dasar, informasi kesehatan, dan kadar kandungan.

"Jadi, mungkin yang kita pahami ya bahwa memang ada awalnya wacana untuk penerapan kemasan rokok yang polos ya. Tapi kalau kita kembali merujuk kepada PP 28 Tahun 2024 itu sebenarnya yang diharapkan itu adalah kemasan yang standar ya," jelas Nadia dalam salah satu program baru-baru ini.

Lebih lanjut, ia mengatakan bahwa kebijakan tersebut masih akan dibahas secara lebih mendalam dan melibatkan publik.

Baca Juga: Budi Arie: Anggota KOPDES Minimal Harus Mewakili Setengah Penduduk Desa

"Tapi perlu diingat juga ada kewenangan pemerintah dalam memberikan perlindungan kesehatan kepada masyarakat," imbuhnya.

Namun dari sisi ekonomi, wacana ini dinilai menyimpan risiko besar. Ekonom Senior dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad, memperingatkan bahwa dampaknya tidak hanya akan dirasakan oleh industri rokok, tetapi juga akan berimbas ke sektor pertanian tembakau dan cengkeh, percetakan, serta perdagangan kertas.

INDEF memproyeksikan bahwa penyeragaman kemasan rokok yang tidak mencantumkan merek dapat menyebabkan kerugian ekonomi mencapai Rp308 triliun, mencakup seluruh rantai industri tembakau mulai dari hulu hingga hilir.

Dari sisi industri, Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO), Benny Wachjudi, mengkhawatirkan potensi meningkatnya peredaran rokok ilegal sebagai imbas dari regulasi tersebut. Menurutnya, jumlah rokok ilegal yang berhasil diamankan melonjak drastis, dari 253,7 juta batang pada 2023 menjadi 710 juta batang di tahun 2024.

Baca Juga: Sudah Diperiksa 9 Jam Lebih, Nadiem Makarim Belum Juga Keluar Gedung Kejaksaan Agung

"Rokok ilegal ini lah yang sebenarnya musuh kita bersama. Kalau regulasinya semakin ketat, maka rokok ilegal akan semakin banyak," ungkap Benny dalam keterangannya, Senin, 23 Juni 2025.

Ia menilai bahwa kemasan seragam tanpa merek justru akan mempermudah pemalsuan, sekaligus menyulitkan konsumen membedakan mana produk legal dan mana yang ilegal. Kondisi ini berpotensi menurunkan penerimaan negara dari cukai, yang pada 2024 tercatat mencapai Rp216,9 triliun atau menyumbang 72 persen dari total penerimaan kepabeanan dan cukai.

Benny juga menyampaikan bahwa langkah membatasi informasi melalui kemasan tidak akan serta-merta menurunkan jumlah perokok. Menurutnya, pendekatan yang lebih tepat adalah melalui edukasi dan pengawasan penjualan kepada anak-anak.

Sebagai bagian dari komitmen dalam mendukung pengendalian konsumsi rokok, GAPRINDO telah meluncurkan situs cegahperokokanak serta menyebarkan materi edukasi ke jaringan distribusi.

“Kami sudah membuat poster untuk ditempelkan oleh distributor bekerja sama dengan asosiasi ritel sebagai bentuk pengendalian konsumsi tembakau,” jelasnya.

x|close