Industri Tembakau Minta Kepastian Kebijakan Cukai dan Penindakan Rokok Ilegal

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 9 Sep 2025, 18:28
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Ilustrasi Industri Hasil Tembakau Ilustrasi Industri Hasil Tembakau (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Komitmen pemerintah untuk tidak menaikkan tarif pajak pada tahun 2026 disambut baik kalangan pengusaha dan ekonom. Kebijakan ini dianggap memberi kepastian usaha, menjaga stabilitas industri, serta membantu mempertahankan lapangan kerja di tengah ketidakpastian ekonomi global dan momentum penunjukan Menteri Keuangan baru.

Selain itu, langkah tersebut juga dinilai penting untuk menjaga daya beli masyarakat yang masih menjadi penopang utama pemulihan ekonomi nasional.

Meski demikian, pelaku industri menekankan perlunya kebijakan lanjutan yang lebih berpihak pada sektor padat karya. Industri Hasil Tembakau (IHT) menjadi salah satu sorotan, karena selama ini menghadapi tekanan berat dari kenaikan cukai yang dianggap berlebihan serta semakin maraknya peredaran rokok ilegal. Dukungan kebijakan yang lebih menyeluruh terhadap sektor ini dianggap penting untuk menjamin kelangsungan usaha sekaligus melindungi jutaan pekerja.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Shinta W. Kamdani, menilai pendekatan pemerintah yang lebih fokus pada kepatuhan pajak dan optimalisasi pemungutan sudah berada di jalur yang tepat.

“Saya kira, perlunya perhatian khusus untuk mengurangi tekanan di sektor padat karya, khususnya industri makanan, minuman, dan hasil tembakau yang saat ini menghadapi beban ganda dari rencana kenaikan tarif cukai dan penerapan cukai baru,” ujar Shinta dalam keterangannya, Selasa, 9 September 2025.

“Dengan fokus pada optimalisasi pemungutan pajak melalui peningkatan kepatuhan dan perbaikan mekanisme kepatuhan, Apindo menilai langkah ini lebih tepat dibanding menambah beban dunia usaha dan masyarakat dengan pajak baru maupun kenaikan tarif pajak yang sudah ada," tambahnya.

Shinta juga menyampaikan bahwa Apindo mendukung upaya pemerintah memperluas basis pajak melalui pemetaan shadow economy, perbaikan administrasi, dan layanan wajib pajak. Menurutnya, konsistensi kebijakan sangat penting agar sektor industri, terutama yang padat karya, tetap terjaga.

“Jika kebijakan kenaikan atau penerapan cukai baru dilakukan tanpa mempertimbangkan kondisi riil sektor industri, khususnya yang padat karya, maka risiko pelemahan daya saing dan tergerusnya kesempatan kerja akan semakin terbuka besar. Padahal, sektor inilah yang selama ini menopang penerimaan negara dan menyerap jutaan tenaga kerja,” tegasnya.

Ekonom Senior sekaligus Dewan Pakar Apindo, Wijayanto Samirin, juga menyoroti kondisi IHT yang disebut semakin terjepit oleh tiga faktor utama: melemahnya daya beli masyarakat, semakin masifnya rokok ilegal, serta kenaikan cukai yang dianggap berlebihan.

“Kebijakan CHT perlu dipertimbangkan ulang timing-nya; ekonomi sedang sulit, fiskal juga sedang sangat menantang. Yang juga perlu difokuskan adalah pemberantasan rokok ilegal,” kata Wijayanto.

Ia mengusulkan moratorium atau penundaan kenaikan tarif cukai selama tiga tahun sebagai langkah sementara untuk memberi ruang bernapas bagi industri. Namun, ia menekankan pentingnya merumuskan strategi jangka panjang yang lebih menyeluruh.

“Moratorium untuk langkah sementara, namun perlu disusun kebijakan komprehensif dengan pendekatan teknokratis yang solid dan diterapkan secara gradual. Berbagai kepentingan dan impact harus diperhitungkan secara matang,” jelasnya.

Kalangan industri berharap pendekatan fiskal yang tidak menaikkan tarif pajak juga diberlakukan pada kebijakan cukai, termasuk Cukai Hasil Tembakau (CHT). Sejalan dengan pernyataan Kementerian Keuangan bahwa tidak akan ada kenaikan tarif pajak pada 2026, mereka menekankan pentingnya pengawasan dan penindakan yang lebih tegas terhadap rokok ilegal. Pasalnya, maraknya rokok ilegal bukan hanya menggerus penerimaan negara, tetapi juga merugikan industri resmi yang beroperasi sesuai aturan.

x|close