18 Juli
Mahasiswa menolak ucapan perpisahan dari Hasina, yang pada hari sebelumnya meminta masyarakat untuk tetap tenang dan berjanji akan memproses hukum setiap 'pembunuhan' selama protes. Pengunjuk rasa meneriakkan 'turunkan diktator' dan membakar kantor pusat Bangladesh Television serta puluhan gedung pemerintah lainnya.
Pemerintah Hasina kemudian memblokir internet. Bentrokan yang mengakibatkan 32 kematian dan ratusan luka terus berlanjut meskipun diberlakukan jam malam 24 jam dan pengerahan tentara.
21 Juli
Mahkamah Agung Bangladesh, yang dianggap oleh beberapa pihak sebagai alat pemerintah, memutuskan bahwa sistem kuota pegawai negeri sipil tidak sah. Namun, keputusan tersebut tidak memenuhi semua tuntutan pengunjuk rasa yang meminta penghapusan total kuota bagi anak-anak 'pejuang kemerdekaan' dari perang kemerdekaan Bangladesh pada 1971 melawan Pakistan.
Baca Juga: Usai PM Bangladesh Kabur, Demonstran Langsung Serbu Istana
Saat ini, Hasina memberlakukan sistem kuota yang memberikan hingga 30 persen pekerjaan pemerintahan kepada keluarga veteran perang 1971, sebuah kebijakan yang dianggap diskriminatif karena menguntungkan anak-anak pro-Hasina dan merugikan anak-anak berprestasi. Di sisi lain, Bangladesh menghadapi tingkat pengangguran tinggi, dengan hampir satu dari lima orang berusia 15-24 tahun tidak memiliki pekerjaan atau pendidikan.
4 Agustus
Ratusan ribu pengunjuk rasa kembali bentrok dengan pendukung pemerintah pada Minggu (4/8). Sebanyak 77 orang tewas di peristiwa ini, termasuk 14 polisi.