Ntvnews.id, Jakarta - Sejak menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia pada 20 Oktober 2014, Joko Widodo langsung mempopulerkan konsep Indonesiasentris. Gagasan bahwa pembangunan di Indonesia tak lagi terpusat di kota-kota besar, terutama di pulau Jawa. Jokowi mendorong pemerataan pembangunan infrastruktur di berbagai wilayah Tanah Air yang kian memperluas konektivitas masyarakat.
Infrastruktur dan konektivitas menjadi dua hal yang saling terkait. Pembangunan infrastruktur dinilai penting untuk membuka konektivitas antar wilayah. Dampaknya, peluang ekonomi baru bermunculan, lapangan pekerjaan meningkat, waktu dan biaya logistik bisa ditekan.
“Pembangunan itu berentetan ke mana-mana. Tidak hanya berfungsi untuk satu, tetapi akan berentetan ke mana-mana,” kata Jokowi dilansir Kantor Staf Kepresidenan RI.
Presiden Jokowi resmikan penyelesaian pembangunan 22 ruas jalan sepanjang 165 km di Sultra
Pembangunan infrastruktur dinilai membuat daya saing daerah meningkat. Mereka memiliki kesempatan untuk berkembang dengan memanfaatkan jejaring jalan dan jalur tol baru. Alhasil, bertambahnya daya saing ini menjadi undangan menarik bagi para investor baru. Hal lain yang terasa dengan bertambahnya infrastruktur adalah meningkatnya aspek sosial dan pembangunan manusia. Proyek pembangunan sekolah, rumah sakit, dan fasilitas pendukung lainnya turut berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.
Dampak positif pembangunan infrastruktur ini yang cukup terasa adalah menurunnya biaya logistik. Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Jasa Pengiriman Ekspres Indonesia, Trian Yuserna, biaya pengiriman logistik di Indonesia saat ini sudah semakin murah. Nilainya bahkan lebih rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di ASEAN. Hal ini tidak terlepas dari masifnya pembangunan infrastruktur selama pemerintahan Jokowi-Ma’ruf Amin.
Pembangunan Jembatan Satu Dekade Pemerintahan Jokowi (Infografis NTV)
Selama periode 2015-2023, pemerintahan Jokowi telah membangun jalan nasional sepanjang sekitar 5.823 kilometer. Pada 2015, rata-rata kemantapan jalan sudah mencapai 89,36 persen dan kini sudah ditingkatkan menjadi 94,18 persen. Kemantapan Jalan yang sudah mencapai 89,36%, mampu ditingkatkan lagi menjadi 94,18%. Kondisi jalan yang kian membaik tentu berdampak positif pada durasi tempuh kendaraan. Rata-rata waktu tempuh kendaraan bisa berkurang dari 2,7 jam menjadi 2,16 jam per 100 kilometer.
Jalan tol juga semakin panjang di era Jokowi. Data Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menunjukkan total panjang jalan berbayar hingga saat ini mencapai sekitar 3.200 kilometer. Dalam tempo sekitar 36 tahun sejak pertama kali jalan raya berbayar dioperasikan pada 1978, panjang jalan tol yang dibangun hanya 790 kilometer. Sementara dalam satu dekade terakhir, panjang jalan tol bertambah hingga 2.432 kilometer. Artinya, sekitar 75 persen jalan tol yang ada hingga saat ini dibangun pada masa pemerintahan Jokowi.