"Pengiriman ini seolah-olah legal dan resmi, sebagai hasil dari program sisa hasil penambangan PT Timah," katanya.
Sukartono menjelaskan bahwa PT Timah telah melakukan rekayasa dalam program pengamanan aset cadangan bijih timah serta kegiatan pengiriman bijih timah sebanyak 5 persen yang dikirimkan oleh individu maupun smelter swasta, seperti PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa ke PT Timah sejak tahun 2017 hingga 2018.
"Ini merupakan rekayasa PT Timah untuk memenuhi realisasi RKAB dengan cara melegalkan penambangan dan pembelian bijih timah dari pertambangan ilegal di IUP PT Timah yang pembayarannya didasarkan pada tonase timah," ujarnya.
Rekayasa ini menyebabkan pengeluaran yang tidak seharusnya bagi PT Timah sebesar Rp5.153.498.451.086 (Rp5 triliun).
Baca juga: Polisi Periksa Kasus Penganiayaan Siswa SMA oleh Kakak Kelas di Kebayoran Baru Jaksel
Sukartono juga menambahkan bahwa program kemitraan jasa pertambangan antara PT Timah dengan mitra pemilik Izin Usaha Jasa Pertambangan (IUJP) selama periode 2015–2022 yang melegalkan penambangan dan pembelian bijih timah dari penambangan ilegal mengakibatkan pengeluaran tidak seharusnya bagi PT Timah Tbk sebesar Rp10.387.091.224.913 (Rp10,3 triliun).
Kerugian sebesar Rp11.128.036.025.519 (Rp11 triliun) dijelaskan oleh Sukartono berasal dari kelima smelter tersebut yang mendapatkan timah mentah dengan mengumpulkan bijih timah ilegal dari kolektor-kolektor yang terhubung dengan mereka.