Ntvnews.id, Jakarta - Ada dissenting opinion atau beda pendapat saat Mahkamah Agung menghukum Ronald Tannur 5 tahun penjara dalam perkara kasasi penganiayaan yang menewaskan kekasihnya, Dini Sera Afrianti. Perbedaan pendapat itu dinyatakan ketua majelis kasasi, Soesilo.
MA angkat bicara mengenai hal itu. Menurut Juru Bicara MA, Yanto, dissenting opinion dalam peradilan adalah hal biasa.
"Dissenting itu kan diatur dalam undang-undang. Baik itu dia Undang-Undang Pokok Kekuasaan Kehakiman, maupun Undang-Undang MA itu diatur tentang dissenting. Jadi, sebetulnya hal biasa dissenting itu," ujar Yanto, Senin, 16 Desember 2024.
Meski ada dissenting opinion, pada akhirnya putusan yang dibuat majelis hakim diambil berdasarkan suara mayoritas.
"Walaupun ada dissenting, ya yang dipakai yang mana? Ya, yang suara terbanyak. Suara terbanyak kan mengabulkan kasasi jaksa penuntut umum, ya," kata Yanto.
"Dengan pertimbangan, karena dakwannya itu subsideritas, primer subsider lebih subsidiar, ternyata menurut majelis kasasi, yang terbukti adalah dakwan subsidiar," imbuhnya.
Hakim, kata dia dalam musyawarah hakim untuk membuat putusan, memang diperbolehkan berbeda pandangan. Namun, pada akhirnya suara terbanyak yang tetap menentukan.
"Nah, maka untuk menjaga, karena ada lembaga dissenting, maka susunan majelis itu kan tiga. Ganjil. Kenapa ganjil? Kalau terjadi perbedaan pendapat, maka dipakai suara yang terbanyak, gitu. Ya, biasa (dissenting opinion itu)," jelasnya.
Diketahui, meski MA menganulir putusan bebas Gregorius Ronald Tannur menjadi hukuman 5 tahun penjara, ternyata ada hakim agung yang tak sependapat dengan putusan itu. Hakim agung tersebut ialah ketua majelis kasasi, Soesilo.