"Memang ini proyek politik ama Israel. Sejak 1967 sejak selesai perang Arab-Israel yang dimenangkan oleh Israel. Saat itu Perdana Menteri Israel Levi Eshkol dan Menteri Pertahanannya Moshe Dayan. Maka saat itu muncul proyek yang terkenal dengan nama Eshkol Dayan. Yang isinya adalah menegaskan akan memindah Jalur Gaza ke Mesir dan atau Jordania," tutur Musthafa.
Musthafa menyebut proyek politik memindahkan warga Gaza ke Mesir dan Yordania menjadi keinginan semua pemimpin Israel setelah era Levi Eshkol, seperti Golda Meir, Yitzhak Rabin, hingga Netanyahu.
"Golda Meir selalu bilang saya impian saya ketika saya bangun tidur jalur Gaza ini sudah ditelan laut," imbuhnya.
Karena itu Netanyahu bersedia menerima usulan Trump untuk melakukan gencatan senjata di Gaza. Apalagi Israel telah melihat dan merasakan keberpihakan Trump terhadap mereka saat menjadi Presiden AS 2016-2020.
"Pada periode pertama Trump memindahkan kedutaan dari Tel Aviv ke Yerusalem. Dia mengakui Yerusalem
yang bersatu sebagai ibu kota kota Israel. Setelah itu bulan Mei 2018 dia membatalkan secara sepihak kesepakatan nuklir Iran tahun 2015. Lalu pada 2019 Trump mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan milik Suriah. Dan saat kepemimpinannya akan berakhir pada 2020, Trump membuat kesepakatan Abraham Accord antara Israel dan sejumlah negara Arab dari Uni Emirat Arab, Bahrain, Sudan dan Maroko," terangnya.
Bahkan kemunculan Trump juga berhasil melunakkan sikap dua menteri Israel yang sebelumnya mengancam akan mundur kalau Netanyahu menerima gencatan senjata.
"Israel terlalu banyak hutang budi pada Trump," tandasnya.