Anggota DPRD DKI Jakarta, Lukmanul Hakim Desak Pemprov DKI Jakarta Kaji Pola Mudik Demi Bangun Konektivitas Jakarta yang Efisien

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 24 Mar 2025, 10:35
thumbnail-author
Beno Junianto
Penulis & Editor
Bagikan
Ilustrasi. Pemudik lebaran melintas di jalur Pantura Lohbener, Indramayu, Jawa Barat. (Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/nym) Ilustrasi. Pemudik lebaran melintas di jalur Pantura Lohbener, Indramayu, Jawa Barat. (Foto: ANTARA FOTO/Dedhez Anggara/nym)

Ntvnews.id, Jakarta - Wakil rakyat di DPRD DKI Jakarta, Lukmanul Hakim meminta Pemprov DKI Jakarta mengkaji dan meneliti pola mudik warganya untuk membangun konektivitas transportasi dan kultural yang efisien antara Jakarta dengan daerah lain di Indonesia. Konektivitas yang efektif juga berguna sebagai dasar pemetaan rantai pasok yang efektif jika disusun berdasarkan data yang lengkap dan dianalisis dengan tepat.

Konektivitas yang efektif antara Jakarta dan kota lain di Indonesia perlu dibuat untuk dasar penanganan berbagai permasalahan Jakarta yang menjadi tujuan urbanisasi utama di Indonesia. Dengan konektivitas yang efektif, warga Jakarta dan warga daerah lain yang terhubung sama-sama akan mendapatkan berbagai keuntungan dan kemudahan seperti transportasi dan logistik yang lebih murah dan berkepastian.

Salah satu bentuk konektivitas yang dominan adalah transportasi, seperti penanganan masalah mudik dan arus balik.“Mudik dan arus balik sejatinya adalah masalah konektivitas antar daerah. Kalau Pemprov Jakarta sebagai pusat urbanisasi nasional memahami pola-polanya, aktivitas yang terjadi secara massal itu bisa lebih teratur dan lebih nyaman untuk masyarakat,” kata Bang Lukman, panggilan akrab Lukmanul Hakim SE, melalui keterangan tertulis kepada NTVnews, Senin 24 Maret 2025.

Kebijakan pemerintah pusat yang menerapkan WFA (Work From Anywhere) dan menambah hari libur sudah sangat membantu mengurangi puncak arus mudik dan arus balik. Kalau itu dilengkapi dengan harmonisasi penyediaan transportasi, pasti akan lebih efektif dampaknya.

“Harus dipahami, warga Jakarta dan sekitarnya mayoritas adalah pegawai swasta yang punya kebijakan berbeda. Karenanya untuk melahirkan kebijakan yang berdampak besar, dasarnya haruslah pemahaman atas data dan pola kegiatan masyarakat yang akurat," tegasnya.

Persoalannya, yang sering terjadi sekarang ini, kebijakan penanganan permasalahan publik yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya cenderung bersifat reaktif dan temporer.  Bukan kebijakan yang dibuat dan dirancang dengan cermat sebagai solusi masalah yang ada.

“Kebijakan publik bisa serta-merta hadir kalau masyarakat sudah berteriak kencang. Ini bukan cara berdemokrasi yang pas,” dia menambahkan.

Dia mencontohkan masalah mudik dan arus balik yang seharusnya sudah bisa dikelola dengan baik karena ini peristiwa rutin. Apalagi sudah ada teknologi informasi yang bisa dipakai untuk membantu yang bisa mendapatkan data yang lebih akurat sehingga mampu meminimalisasi bias. Kunci akhirnya adalah kembali pada kemauan politik. Kalau ada political will, kata dia, permasalahan publik yang ada bisa ditangani dengan baik.

Lukman yang bertugas di Komisi C DPRD DKI Jakarta, mengingatkan pengelolaan koneksitas warga Jakarta dan sekitarnya dengan daerah asalnya tidak mungkin hanya dilakukan oleh Pemprov DKI saja. Harus dibicarakan dengan pemerintah pusat, dan kabupaten dan kota yang ada di sekitarnya yang sebagian masuk wilayah Provinsi Jawa Barat dan sebagian berada di Provinsi Banten. “Tapi apapun konteksnya, Jakarta harus menjadi inisiator.”

 anggota DPRD DKI Jakarta Lukmanul Hakim  <b>(DOKUMENTASI)</b> anggota DPRD DKI Jakarta Lukmanul Hakim (DOKUMENTASI)

Program menjadikan Jakarta kota global harus dimulai dengan koneksitasnya dengan semua wilayah di Indonesia. Sebab Jakarta merupakan representasi wajah Indonesia yang ada di halaman paling depan. Karenanya, membangun koneksitas yang efektif dan efisien tidak mungkin dikesampingkan.

Koneksitas Jakarta dengan daerah lain lain di Indonesia, menurut pendapat Lukman, selain mempertimbangkan hubungan warganya dengan daerah asal secara demografis, juga harus mengacu juga pada pertimbangan hostoris. Secara demografis, Jakarta pernah memakai komunitas etnis sebagai toponomi kawasan yang ada di wilayahnya seperti Kampung Ambon, Kampung Bali, Kampung Makassar, Kampung Melayu, Pekojan, Kampung Arab dan lainnya.

Dalam konteks historis, Jakarta memiliki hubungan emosional dan kultural secara langsung dengan Pasai Aceh, Demak, Cirebon, Gresik, Yogakarta dan lainnya. “Kita harus mulai mengkajinya agar koneksitas kultural dan historis menjadi salah satu pertimbangan melayani warganya secara maksimal. Dengan memahami koneksitas kultural dan historis, Provinsi DKI Jakarta bisa mengelola koneksitas transportasi, logistik dan budaya secara efektif, efisien dan berdaya guna,” tukasnya.

x|close