DPR: Pelecehan oleh Dokter Bukti Kegagalan Pengawas Etik

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 17 Apr 2025, 13:36
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Dokter Syafril Lecehkan Bumil di Garut Dokter Syafril Lecehkan Bumil di Garut (Instagram)

Ntvnews.id, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI Edy Wuryanto memandang deretan kasus pelecehan seksual oleh oknum dokter di berbagai wilayah yang memicu kemarahan publik, adalah cermin kegagalan pengawasan kode etik dan moral dunia medis.

Edy menilai, perbuatan tersebut tindakan paling tercela yang mencoreng profesi kedokteran. Ia lantas mengapresiasi langkah cepat aparat penegak hukum, karena kasus ini telah masuk ke ranah pidana.

Ia menuturkan, Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan telah memberikan kerangka kerja yang jelas untuk menciptakan ekosistem pelayanan kesehatan yang bermartabat. Dalam UU tersebut, katanya, telah dirancang sistem pendidikan, standar layanan, hingga mekanisme pengawasan etik dan kompetensi profesi secara terintegrasi.

“Dalam UU Kesehatan yang baru, konsil kesehatan, majelis etik, dan majelis disiplin, kini berada langsung di bawah negara, bukan lagi hanya di bawah organisasi profesi. Harapannya, ini menjadi alat kontrol yang efektif untuk menjaga standar moral dan kompetensi tenaga medis dan tenaga kesehatan,” ujar Edy.

Ia juga menyoroti peran pemerintah, khususnya Kementerian Kesehatan (Kemenkes), yang telah diberikan kewenangan untuk mengatur perizinan pelayanan kesehatan.

Di samping itu, ada tugas dan fungsi kolegium, konsil kesehatan, majelis kesehatan, serta sinergi dengan organisasi profesi yang sudah diatur dalam UU 17 tahun 2023.

Edy berpandangan, para pemangku kepentingan ini seharusnya bisa menjaga moral, etik, dan kompetensi dokter. Tapi kasus-kasus tersebut masih saja terjadi. Ia mengkritisi respons lamban dari para pemangku kepentingan di sektor kesehatan yang baru bertindak setelah kasus mencuat ke publik.

Edy mencontohkan pencabutan Surat Tanda Registrasi (STR) oleh Konsil Kesehatan Indonesia (KKI) yang baru dilakukan setelah kasus viral. Edy menilai hal ini sebagai bukti lemahnya sistem mitigasi dan pengawasan etik yang seharusnya dapat mencegah terjadinya pelanggaran sejak awal.

“Komisi IX DPR RI mendorong agar institusi pendidikan, kolegium, konsil kesehatan, majelis kesehatan, organisasi profesi, dan pemerintah bersinergi serta membangun sistem koordinasi yang kuat. Jangan sampai fungsi pengawasan hanya menjadi formalitas tanpa substansi,” kata dia.

Sebagai langkah konkret, pihaknya berencana memanggil Kemenkes untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap ekosistem kesehatan nasional yang dinilai belum berjalan secara efektif.

“Masyarakat telah menyerahkan hidup dan matinya kepada dokter. Sudah semestinya kepercayaan sebesar itu dibalas dengan tanggung jawab moral yang tinggi dan kompetensi yang mumpuni,” tuturnya.

Menurutnya, apabila seseorang telah melanggar hukum hampir bisa dipastikan ia juga telah melanggar kode etik dan moral profesinya.

x|close