Ntvnews.id, Jakarta - Kasus dugaan korupsi payment gateway yang menjerat mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Denny Indrayana, diharapkan segera dituntaskan. Sebab, sudah sekitar 10 tahun Denny jadi tersangka, namun ia tak kunjung diadili.
“Denny Indrayana harus segera dibawa ke persidangan di pengadilan. Jangan sampai mangkraknya kasus ini semakin memperburuk citra Polri di masyarakat,” ujar Direktur Rumah Politik Indonesia (RPI) Fernando Emas, Jumat, 23 Mei 2025.
Fernando mengingatkan, pentingnya kepastian hukum pada kasus Denny Indrayana lantaran dugaan kerugian negara atas kasus itu mencapai Rp32.093.692.000 (Rp32,09 miliar).
“Denny Indrayana perlu mendapatkan kepastian hukum terkait dengan proses hukum kasus dugaan korupsi payment gateway di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia,” kata dia.
Denny Indrayana sebelumnya telah ditetapkan tersangka di kasus itu, pada tahun 2015 atau era Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. Kadiv Humas Polri kala itu, Brigjen Anton Charliyan menyebut Denny Indrayana berperan dalam penerapan program pembuatan paspor secara elektronik.
Kasus ini kembali mengemuka, setelah munculnya aksi protes di Mabes Polri pada Kamis, 22 Mei 2025 oleh Koalisi Masyarakat Pemerhati Hukum Indonesia. Mereka mendesak Mabes Polri memprioritaskan penanganan kasus korupsi payment gateway.
“Pihak kepolisian harus memprioritaskan penanganan kasus korupsi dan memastikan bahwa pelaku tersangka Saudara Denny Indrayana dapat diadili,” kata Koordinator Lapangan Koalisi Masyarakat Pemerhati Hukum Indonesia Aziz Zizau.
Dia meminta Mabes Polri juga meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penanganan kasus dugaan korupsi Denny. Menurutnya, hal ini diperlukan untuk menjaga marwah institusi kepolisian.
“Pihak kepolisian harus memastikan bahwa penanganan kasus korupsi payment gateway saudara Denny Indrayana tidak dipengaruhi oleh tekanan pihak mana pun,” kata dia.
Tak hanya itu, pihaknya mendesak agar Mabes Polri dapat segera melimpahkan tersangka Denny Indrayana atas dugaan korupsi yang mangkrak sejak tahun 2015 ke Kejaksaan.