Ntvnews.id, Brussel - Kebangkrutan maskapai Belgia, Air Belgium, menimbulkan dampak serius. Ribuan penumpang kini menghadapi risiko tidak menerima pengembalian dana atas penerbangan mereka yang telah dibatalkan.
Situasi ini juga membawa kerugian besar bagi agen perjalanan. Kini, sejumlah agen travel menyerukan perlunya perubahan pada regulasi Uni Eropa agar perlindungan hukum terhadap konsumen dan pelaku industri pariwisata diperkuat untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang.
Maskapai yang sebelumnya melayani penerbangan penumpang ini kini hanya beroperasi di sektor kargo setelah diakuisisi oleh raksasa pelayaran, CMA CGM. Pengadilan bisnis di Belgia secara resmi menyetujui akuisisi tersebut pada 30 April 2025, sekaligus menyetujui proses likuidasi Air Belgium yang menandai kebangkrutannya.
Baca Juga: Kabin Pesawat Ricuh Gegara Fans Idol, Kok Bisa?
Sebanyak 124 posisi kerja, termasuk 74 pilot, tetap dipertahankan selama masa transisi ke bisnis kargo penuh. Namun, langkah ini meninggalkan kerugian besar bagi pelanggan dan para pelaku usaha perjalanan.
Asosiasi Agen Perjalanan dan Operator Tur Eropa (ECTAA) mencatat total kerugian akibat kebangkrutan Air Belgium mendekati 8 juta euro dalam bentuk klaim refund yang belum dibayarkan. Dari jumlah tersebut, lebih dari 5 juta euro berasal dari penjualan tiket melalui agen perjalanan dan operator tur.
Air Belgium sempat menyatakan akan mengembalikan dana penuh kepada penumpang saat menghentikan layanan penumpang pada September 2023. Namun setelah dinyatakan bangkrut, komitmen itu tidak dapat dipenuhi. Kini, klaim refund tersebut harus melalui proses hukum kebangkrutan, yang membuat peluang pengembaliannya sangat kecil.
Baca Juga: Viral Penumpang Pesawat Buka Pintu Darurat Gegara Ingin Hirup Udara Segar
Di sisi lain, agen perjalanan yang menjual tiket dalam paket wisata tetap berkewajiban secara hukum untuk menyediakan alternatif bagi pelanggan, meski maskapai sudah tidak beroperasi. Akibatnya, mereka menanggung kerugian ganda: harus mencari solusi baru bagi konsumen dan kehilangan uang yang sudah dibayarkan ke maskapai.
“Ini sangat tidak adil,” ujar Presiden ECTAA, Frank Oostdam.
“Maskapai penerbangan seharusnya diwajibkan memiliki jaminan finansial agar bisa memenuhi kewajiban mereka jika mengalami kebangkrutan,” tambahnya.
Pernyataan ini disampaikan seiring dengan pembahasan terbaru di Dewan Uni Eropa mengenai revisi Peraturan Hak Penumpang Udara. ECTAA mendesak agar momen ini digunakan untuk mendorong reformasi kebijakan yang mampu melindungi konsumen dan pelaku industri perjalanan dari dampak kebangkrutan maskapai penerbangan.
Bagi ECTAA, insiden Air Belgium menunjukkan bahwa sistem perlindungan konsumen saat ini masih memiliki kelemahan besar. Tanpa adanya jaminan keuangan dari maskapai, konsumen maupun agen perjalanan tetap menjadi pihak paling rentan saat krisis terjadi.