Ntvnews.id, Jakarta - Rumah makan legendaris Ayam Goreng Widuran di Solo tengah menjadi sorotan tajam publik usai terungkap bahwa kremesan yang menjadi ciri khas menunya digoreng menggunakan minyak babi, setelah sekitar 52 tahun berjualan.
Fakta ini terungkap setelah seorang pengguna media sosial mengunggah pengalamannya yang mengaku kaget saat mengetahui bahwa kremesan di Ayam Goreng Widuran bukanlah menu halal.
“Padahal restorannya terkenal dan banyak pelanggan Muslim,” tulis akun @pedalranger dalam unggahan yang viral di platform X.
Pegawai restoran, Ranto, membenarkan bahwa menu kremesan memang dimasak dengan minyak babi. Ia menjelaskan bahwa pihak manajemen sebenarnya sudah mencantumkan keterangan non halal di menu dan media sosial.
“Itu memang sudah dijelaskan sejak awal, yang viral itu kremesannya karena dimasak pakai minyak babi,” ujar Ranto dalam keterangannya yang dilansir pada Senin, 26 Mei 2025.
Ayam Goreng Widuran, yang berdiri sejak 1973, selama ini dikenal dengan ayam kampung berbumbu dan kremesan renyah. Namun, baru belakangan ini banyak pelanggan mengetahui bahwa kremesannya dimasak dengan bahan non halal, memicu polemik di media sosial.
Manajemen restoran pun telah menyampaikan permintaan maaf lewat Instagram resmi pada Jumat, 23 Mei 2025, dan menegaskan bahwa mereka tidak pernah menyembunyikan informasi tersebut.
“Kami telah mencantumkan keterangan Non Halal secara jelas di seluruh outlet dan media sosial resmi kami,” tulis pihak Ayam Goreng Widuran.
Meski begitu, muncul respons dari masyarakat yang menilai informasi tersebut tidak cukup mencolok, mengingat banyak pengunjung Muslim yang selama ini tidak menyadari detail tersebut.
Kepala Dinas Perdagangan Kota Solo, Agus Santoso, menyatakan pihaknya akan segera melakukan pengecekan ke lapangan.
“Kami sudah rakor dengan beberapa OPD, dan rencananya Selasa akan ke lokasi. Bahan mentah akan dicek oleh Dinas Pertanian, makanan jadi oleh DKK dan BPOM,” ujar Agus.
Kejadian ini memicu diskusi publik yang lebih luas tentang transparansi dalam penyajian makanan, khususnya menyangkut bahan-bahan yang tidak halal.
Banyak pihak menilai restoran yang menyajikan menu non halal di tengah mayoritas Muslim seharusnya memberikan penanda yang lebih mencolok agar tidak menimbulkan salah paham.