KPK Sita Uang Rp24 Miliar dan Tanah Senilai Rp70 Miliar di Kasus Korupsi Jual Beli Gas

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 26 Mei 2025, 23:05
thumbnail-author
Alber Laia
Penulis
thumbnail-author
Tim Redaksi
Editor
Bagikan
Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo saat memberikan keterangan di kompleks KPK, Jakarta, Senin (26/5/2025). Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Budi Prasetyo saat memberikan keterangan di kompleks KPK, Jakarta, Senin (26/5/2025). (Dok.Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus menguak lapisan demi lapisan dugaan korupsi besar dalam jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk dan PT Inti Alasindo Energy (IAE).

Tak tanggung-tanggung, lembaga antirasuah ini mengumumkan telah menyita uang tunai sebesar 1.523.284 dolar AS—setara dengan sekitar Rp24 miliar berdasarkan kurs Bank Indonesia per Senin 26 Mei 2025.

Tak berhenti di situ, KPK juga menyita tujuh bidang tanah dengan total luas mencapai 31.772 meter persegi di wilayah Bogor, Jawa Barat, dan sekitarnya. Tanah-tanah tersebut ditaksir bernilai sekitar Rp70 miliar.

“Dengan luas 31.772 meter persegi, dan nilai taksiran sekitar Rp70 miliar,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Jakarta, Senin, 26 Mei 2025. 

Baca Juga: KPK Sita 11 Unit Mobil dan Motor di Kasus Dugaan Suap Kementerian Tenaga Kerja

Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. <b>(Antara)</b> Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan. (Antara)

Kasus ini menguak dugaan korupsi dalam kerja sama bisnis gas antara PGN dan IAE yang berlangsung dalam kurun waktu 2017 hingga 2021. KPK menduga telah terjadi penyelewengan dalam mekanisme jual beli gas yang merugikan negara.

Berdasarkan laporan investigatif dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, kerugian negara dalam kasus ini mencapai angka mencengangkan 15 juta dolar AS, atau sekitar Rp236 miliar.

Dalam perkara ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka. Mereka adalah Iswan Ibrahim, Komisaris PT IAE periode 2006–2023 dan Danny Praditya, Direktur Komersial PT PGN periode 2016–2019.

Keduanya diduga menjadi tokoh sentral dalam pengambilan keputusan yang berujung pada praktik korupsi dalam kerja sama bisnis strategis antara BUMN dan swasta tersebut.

Sumber: Antara

x|close