Menteri HAM Dukung Penulisan Ulang Sejarah dengan Tone Positif

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 3 Jun 2025, 20:30
thumbnail-author
Devona Rahmadhanty
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Di Kantor Kementerian HAM di Jakarta, Selasa (3/6), Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menjawab pertanyaan wartawan. Di Kantor Kementerian HAM di Jakarta, Selasa (3/6), Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menjawab pertanyaan wartawan. ((ANTARA/Fath Putra Mulya))

Ntvnews.id, Jakarta - Menteri Hak Asasi Manusia, Natalius Pigai, menyambut positif inisiatif Menteri Kebudayaan Fadli Zon untuk menulis ulang sejarah, khususnya yang berkaitan dengan pelanggaran HAM berat, dengan pendekatan narasi yang lebih positif. 

Dalam pertemuan di Kantor Kementerian HAM, Jakarta, Selasa, 3 Juni 2025, Pigai menegaskan bahwa penulisan ulang sejarah dengan nuansa positif bukan berarti menyesuaikan fakta demi kepentingan tertentu, melainkan menghadirkan kisah sejarah secara jujur dan apa adanya.

“Itu artinya tidak bermaksud mempositifkan semua peristiwa. Semua peristiwa itu ‘kan up and down: ada titik tertentu baik, titik tertentu jelek, tapi ketika kita menulis fakta peristiwa apa adanya, itu yang namanya tone positif,” katanya. 

Menurut Pigai, sejarah Indonesia selama ini masih menjadi perdebatan sengit, dengan sebagian pihak menerima dan sebagian lainnya menolak berbagai peristiwa. Karena itulah, ia menilai penting bagi pemerintah untuk mengambil langkah menulis ulang sejarah bangsa secara lebih menyeluruh. 

Baca juga: Puan Maharani Tegaskan Istilah Orde Lama Jangan Dihilangkan dari Penulisan Sejarah

“Yang dimaksud tone positif adalah data, fakta, informasi atas perjalanan sejarah bangsa diungkap apa adanya. Tapi ‘kan teman-teman wartawan atau masyarakat memaknai tone positif itu sesuai dengan keinginan pemerintah. Emang pemerintah keinginannya apa? ‘Kan enggak juga,” ujarnya. 

Sebagai bagian dari kabinet, Pigai menegaskan bahwa Kementerian HAM akan aktif terlibat dalam proses penulisan ulang sejarah Indonesia, guna memastikan akurasi dan kebenaran setiap peristiwa yang dicatat. Ia menekankan pentingnya memperhatikan aspek keadilan dan ketidakadilan dalam narasi sejarah tersebut.

“Kalau kami lebih kepada mengontrol kebenaran peristiwa. Itu soal justice (keadilan). Ketika ada peristiwa tertentu yang ditutupi itu injustice (ketidakadilan). Peristiwa itu diungkap secara fakta, apa adanya, itu justice,” jelasnya. 

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon mengumumkan rencana penulisan ulang sejarah Indonesia dengan pendekatan narasi yang lebih bernuansa positif.

Baca juga: PDIP Ogah Penulisan Ulang Sejarah RI Berdasar Cerita Sang Pemenang

Tone kita adalah tone yang lebih positif karena kalau mau mencari-cari kesalahan, mudah; pasti ada saja kesalahan dari setiap zaman, setiap masa,” ujarnya saat ditemui di Cibubur, Jawa Barat, pada Minggu, 1 Juni yang lalu. 

Menurut Fadli Zon, pembaruan buku sejarah akan berfokus pada perspektif Indonesia sentris, guna menghapus berbagai bias kolonial yang selama ini melekat. Langkah ini diharapkan dapat menyatukan bangsa serta menghadirkan sejarah yang lebih relevan dan bermakna bagi generasi muda.

“Kalau mau mencari-cari kesalahan atau mencari-cari hal yang negatif, ya, saya kira itu selalu ada. Jadi, yang kita inginkan tone-nya dari sejarah kita itu adalah tone yang positif, dari era Bung Karno sampai era Presiden Jokowi dan seterusnya,” katanya. 

Di sisi lain, Fadli Zon meyakinkan masyarakat agar tidak perlu khawatir, karena proses penulisan ulang sejarah ini melibatkan tim besar yang terdiri dari 113 penulis, 20 editor jilid, dan tiga editor umum, termasuk para sejarawan ahli.

(Sumber: Antara)
 
 
 
x|close