Netanyahu Beberkan Tekad Israel untuk Gulingkan Rezim Iran

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 19 Jun 2025, 07:05
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
Benjamin Netanyahu Benjamin Netanyahu (The Arab News)

Ntvnews.id, Tel Avib - Selain menargetkan program nuklir Iran, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dvduga memiliki ambisi yang lebih luas dari sekadar menghancurkan fasilitas nuklir negara tersebut. Sejak meluncurkan serangan ke berbagai lokasi di Iran pada Jumat, 13 Juni 2025 tujuan utamanya tampaknya adalah menggulingkan pemerintahan di Teheran.

Dengan melancarkan serangan tersebut, Netanyahu mungkin berharap dapat memicu rangkaian peristiwa yang berujung pada kerusuhan dan ketidakstabilan internal, yang pada akhirnya menjatuhkan rezim Republik Islam Iran.

Dilansir dari BBC, Kamis, 19 Juni 2025, dalam pernyataan resminya pada Jumat malam, Netanyahu menyatakan bahwa sudah waktunya rakyat Iran bersatu di bawah identitas nasional mereka untuk memperjuangkan kebebasan dari kekuasaan yang ia sebut sebagai otoriter dan menindas.

Ketidakpuasan terhadap kondisi ekonomi, pembatasan kebebasan berbicara, serta pelanggaran terhadap hak perempuan dan kelompok minoritas telah menjadi keresahan utama di kalangan masyarakat Iran.

Baca Juga: Netanyahu: Perang Israel dan Iran Berakhir Jika Ali Khamenei Terbunuh

Serangan yang dilancarkan Israel telah menjadi ancaman besar bagi pemerintahan Iran, dengan korban jiwa di antaranya adalah tokoh-tokoh penting seperti Komandan Garda Revolusi Islam (IRGC), Kepala Staf Militer, dan Kepala Intelijen IRGC.

Iran pun tidak tinggal diam. Garda Revolusi membalas dengan menghantam puluhan sasaran, termasuk pangkalan militer dan instalasi udara Israel. Ketegangan meningkat saat Iran meluncurkan serangan rudal balasan. Netanyahu menegaskan bahwa masih akan ada serangan lanjutan.

Seiring meningkatnya intensitas konflik, makin banyak pula pemimpin Iran yang menjadi target. Israel memperkirakan bahwa serangkaian serangan ini bisa mengguncang stabilitas pemerintahan dan memicu pemberontakan rakyat suatu skenario yang tampaknya diharapkan oleh Netanyahu.

Namun, harapan tersebut mengandung risiko besar. Hingga kini belum terlihat adanya gelombang perlawanan atau reaksi publik besar-besaran. Kalaupun itu terjadi, arahnya belum pasti.

Kekuatan utama di Iran saat ini masih berada di tangan kelompok militer dan elit ekonomi, khususnya mereka yang tergabung dalam IRGC dan lembaga-lembaga strategis lain. Mereka tidak memerlukan kudeta karena memang telah memegang kendali penuh atas negara. Bahkan, mereka dapat mendorong Iran menjadi lebih agresif dalam menghadapi tekanan luar.

Kemungkinan lain adalah tumbangnya rezim, yang justru bisa menimbulkan kekacauan besar. Dengan jumlah penduduk sekitar 90 juta jiwa, kehancuran sistem pemerintahan bisa berdampak signifikan terhadap stabilitas regional di Timur Tengah.

Baca Juga: Negara Barat Ramai Kecam Serangan Israel, Ini Respons Netanyahu

Israel tampaknya mengharapkan pergolakan yang akan membuka jalan bagi kekuatan yang tidak memusuhi Tel Aviv untuk naik ke tampuk kekuasaan di Iran. Namun, pertanyaan mendasarnya adalah: siapa yang akan menggantikan?

Sejauh ini belum ada sosok atau kelompok oposisi yang dominan. Setelah gelombang protes “Kemerdekaan untuk Kehidupan Perempuan” mengguncang Iran pada 2022, sejumlah kelompok oposisi sempat mencoba membentuk koalisi anti-pemerintah. Namun, perbedaan visi mengenai kepemimpinan dan bentuk negara pasca-rezim membuat aliansi tersebut cepat runtuh.

Israel mungkin melihat potensi pada beberapa tokoh oposisi, salah satunya adalah Reza Pahlavi, putra mantan Shah Iran. Meskipun hidup dalam pengasingan, ia cukup aktif mencari dukungan internasional dan telah beberapa kali mengunjungi Israel. Walau cukup dikenal, belum ada jaminan bahwa popularitasnya dapat menggulingkan rezim saat ini.

Ada pula Mujahideen-e Khalq (MEK), kelompok oposisi yang menentang Republik Islam namun juga tidak mendukung kembalinya sistem monarki. MEK punya sejarah kontroversial karena pernah bekerja sama dengan Saddam Hussein selama Perang Iran-Irak, yang menyebabkan mereka tidak disukai banyak warga Iran. Kelompok ini juga punya jaringan di Amerika Serikat, termasuk tokoh-tokoh politik yang dekat dengan pemerintahan Donald Trump seperti Mike Pompeo dan John Bolton.

Meski demikian, pengaruh mereka tampaknya telah menurun sejak akhir masa jabatan pertama Trump.

Selain itu, terdapat berbagai kekuatan oposisi lain, dari pendukung demokrasi sekuler hingga kelompok pro-monarki konstitusional.

Masih terlalu dini untuk menilai dampak jangka panjang dari serangan Israel sejak Jumat, 13 Juni 2025. Terlebih, sepanjang eskalasi militer antara Israel dan Iran dalam beberapa tahun terakhir, belum tampak adanya indikasi kuat bahwa rakyat Iran akan memanfaatkan situasi ini untuk menggulingkan pemerintahan.

Namun perlu dicatat bahwa skala kehancuran dari serangan terbaru ini jauh lebih besar dibandingkan dengan serangan-serangan tahun lalu.

x|close