Ntvnews.id, Jakarta - Sekretaris Jenderal Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan (Sekjen DPP PDIP) Hasto Kristiyanto menampik memiliki kedekatan dengan tersangka Harun Masiku. Hal ini dinyatakan Hasto, dalam sidang pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.
Hasto mengaku hanya satu kali bertemu dengan Harun Masiku, yakni saat menerima formulir pendaftaran Harun sebagai calon legislatif (caleg) pada tahun 2019
"Saat itu, dia memperkenalkan diri dan kemudian saya minta untuk mengisi formulir di sekretariat. Jadi hanya satu kali itu," ujar Hasto.
Usai momen tersebut, dia mengatakan tidak pernah lagi bertemu dengan Harun, khususnya selama proses pemilihan caleg pada tahun 2019.
Sehingga, penetapan Harun Masiku sebagai salah satu caleg PDIP di Daerah pemilihan (Dapil) Sumatra Selatan, bukan berdasarkan kedekatan dirinya dengan Harun, melainkan penetapan Partai.
Ia menegaskan bahwa seluruh caleg yang telah diputuskan oleh DPP PDI Perjuangan, maka harus menerima keputusan tersebut.
"Apalagi, keputusan ini melalui suatu proses demokratis dengan cara menanyakan kepada setiap calon anggota legislatif terhadap salah satu usulan daerahnya, yaitu Sumatera Selatan," kata Hasto.
Dapil Sumsel, kata dia, merupakan salah satu usulan penempatan dari Harun, sehingga klarifikasi baru akan dilakukan apabila penempatan daerah pemilihan yang ditetapkan itu di luar yang diusulkan oleh caleg.
"Di dalam undang-undang dinyatakan bahwa seluruh jaringan dan penetapan caleg harus berlangsung secara demokratis " ucap Hasto.
Diketahui, Hasto diperiksa sebagai terdakwa dalam sidang kasus dugaan perintangan penyidikan perkara korupsi tersangka Harun Masiku dan suap.
Dalam kasus ini, Hasto didakwa menghalangi atau merintangi penyidikan perkara korupsi yang menyeret Harun Masiku sebagai tersangka dalam rentang waktu 2019–2024.
Sekjen DPP PDI Perjuangan itu diduga menghalangi penyidikan dengan cara memerintahkan Harun, melalui penjaga Rumah Aspirasi, Nur Hasan, untuk merendam telepon genggam milik Harun ke dalam air setelah kejadian tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2017—2022 Wahyu Setiawan.
Tidak hanya ponsel milik Harun Masiku, Hasto juga disebutkan memerintahkan ajudannya, Kusnadi, untuk menenggelamkan telepon genggam sebagai antisipasi upaya paksa oleh penyidik KPK.
Di samping menghalangi penyidikan, Hasto juga didakwa bersama-sama dengan advokat Donny Tri Istiqomah; mantan terpidana kasus Harun Masiku, Saeful Bahri; dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 dolar Singapura atau setara Rp600 juta kepada Wahyu dalam rentang waktu 2019—2020.
Uang diduga diberikan dengan tujuan agar Wahyu mengupayakan KPU untuk menyetujui permohonan pengganti antarwaktu (PAW) calon anggota legislatif terpilih dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
Dengan demikian, Hasto terancam pidana yang diatur dalam Pasal 21 dan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 65 ayat (1) dan Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.