A PHP Error was encountered

Severity: Warning

Message: Invalid argument supplied for foreach()

Filename: libraries/General.php

Line Number: 87

Backtrace:

File: /www/ntvweb/application/libraries/General.php
Line: 87
Function: _error_handler

File: /www/ntvweb/application/controllers/Read.php
Line: 64
Function: popular

File: /www/ntvweb/index.php
Line: 326
Function: require_once

MK Minta DPR dan Pemerintah Atur Masa Transisi Pemisahan Pemilu Lokal 2029 - Ntvnews.id

MK Minta DPR dan Pemerintah Atur Masa Transisi Pemisahan Pemilu Lokal 2029

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 26 Jun 2025, 18:55
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Penulis & Editor
Bagikan
Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra, Anggota Majelis Hakim MK Ridwan Mansyur, Daniel Yusmic Foekh, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih dan Arsul Sani memimpin sidang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi. Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi Saldi Isra, Anggota Majelis Hakim MK Ridwan Mansyur, Daniel Yusmic Foekh, Arief Hidayat, Enny Nurbaningsih dan Arsul Sani memimpin sidang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, dan DPRD di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi. (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) meminta DPR dan pemerintah segera merancang masa transisi menjelang pemisahan pelaksanaan pemilihan umum (pemilu) nasional dan pemilu lokal yang akan diberlakukan mulai tahun 2029. Masa transisi ini mencakup pengaturan ulang masa jabatan kepala daerah serta anggota DPRD provinsi, kabupaten, dan kota hasil Pemilu 2024.

Wakil Ketua MK Saldi Isra menegaskan bahwa penyesuaian tersebut memerlukan rekayasa konstitusional untuk menghindari kekosongan hukum dan jabatan.

“Oleh karena masa transisi/peralihan ini memiliki berbagai dampak atau implikasi, maka penentuan dan perumusan masa transisi ini merupakan kewenangan pembentuk undang-undang untuk mengatur dengan melakukan rekayasa konstitusional berkenaan dengan masa jabatan anggota DPRD provinsi/kabupaten/kota, termasuk masa jabatan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota sesuai dengan prinsip perumusan norma peralihan atau transisional,” kata Saldi saat membacakan pertimbangan hukum di Jakarta, Kamis, 26 Juni 2025.

Melalui Putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa pemilu lokal akan dilaksanakan paling cepat dua tahun dan paling lambat dua tahun enam bulan setelah pemilu nasional selesai. Saldi menjelaskan bahwa patokan penyelesaian pemilu nasional dapat dilihat dari momen pelantikan presiden/wakil presiden, anggota DPR, atau anggota DPD.

Baca Juga: MK Putuskan Pemilu Nasional dan Daerah Dipisah Mulai 2029

“Peristiwa pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau pelantikan presiden/wakil presiden dapat diposisikan sebagai akhir dari tahapan pemilu sebelumnya, in casu (dalam hal ini) pemilu anggota DPR, dan anggota DPD, dan presiden/wakil presiden,” ujarnya.

Dalam putusan itu, Mahkamah menyatakan bahwa Pasal 167 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai sebagai berikut:

"Pemungutan suara dilaksanakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden dilaksanakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota pada hari libur atau hari yang diliburkan secara nasional."

MK juga menyatakan bahwa Pasal 347 ayat (1) Undang-Undang yang sama tidak lagi memiliki kekuatan hukum mengikat jika tidak dimaknai:

"Pemungutan suara diselenggarakan secara serentak untuk memilih anggota DPR, anggota DPD, presiden/wakil presiden, dan setelahnya dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden diselenggarakan pemungutan suara secara serentak untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota."

Putusan tersebut juga berdampak pada Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. MK menyatakan Pasal 3 ayat (1) dalam beleid itu bertentangan dengan konstitusi dan tidak mengikat secara hukum kecuali dimaknai:

"Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota DPRD provinsi, anggota DPRD kabupaten/kota, dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan wali kota/wakil wali kota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat dua tahun atau paling lama dua tahun enam bulan sejak pelantikan anggota DPR dan anggota DPD atau sejak pelantikan presiden/wakil presiden."

Putusan ini menandai perubahan penting dalam sistem pemilu Indonesia yang sejak 2019 menggabungkan pemilu legislatif dan eksekutif dalam satu waktu. Dengan dipisahkannya pemilu lokal dari pemilu nasional, pemerintah dan DPR diharapkan segera menyiapkan landasan hukum dan teknis agar transisi berjalan lancar tanpa menimbulkan kekacauan pemerintahan di tingkat daerah.

(Sumber: Antara)

x|close