Ahli Forensik yang Disewa Keluarga Juliana: Korban Tewas 32 Jam Setelah Jatuh

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 13 Jul 2025, 13:40
thumbnail-author
Dedi
Penulis
thumbnail-author
Ramses Manurung
Editor
Bagikan
Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang jatuh di Gunung Rinjani. Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang jatuh di Gunung Rinjani. (Instagram)

Ntvnews.id, Brasil - Fakta baru mengenai kematian tragis Juliana Marins, pendaki asal Brasil yang jatuh di Gunung Rinjani pada 21 Juni 2025, diungkap dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat sore, 11 Juli 2025, waktu Brasil. Keluarga Juliana menghadirkan ahli forensik independen, Reginaldo Franklin, dari Kepolisian Sipil Brasil, yang secara khusus ditugaskan untuk melakukan autopsi ulang atas jenazah Juliana begitu dipulangkan ke negara asalnya.

Dalam pemaparannya, Franklin mengungkap bahwa Juliana diperkirakan masih hidup selama 32 jam setelah jatuh pertama kali di medan curam Gunung Rinjani. Estimasi ini didasarkan pada analisis forensik termasuk pemeriksaan biologis larva yang ditemukan di bagian kulit kepala jenazah. 

“Tanggal 22 siang (waktu Indonesia) ditambah 15 menit: Juliana Marins meninggal. Ia tetap hidup selama kurang lebih 32 jam,” kata Franklin dalam keterangan yang dikutip dari G1.

Pendamping penyelidikan lainnya, Nelson Massini, seorang ahli forensik swasta, menjelaskan bahwa Juliana kemungkinan mengalami patah tulang paha sejak insiden pertama. 

“Itu adalah kematian yang menyakitkan, berdarah, dan menyiksa,” ucapnya.

Berdasarkan penelusuran keluarga dan tim ahli, Juliana diketahui terpeleset sekitar 60 meter dari jalur pendakian, lalu terus terguling sejauh 220 meter, yang diyakini sebagai titik jatuh pertamanya. Setelah itu, ia kembali tergelincir sejauh 62 meter, dan akhirnya jatuh lagi ke titik terakhir di mana tubuhnya ditemukan, sekitar 650 meter dari jalur awal.

Dalam rekonstruksi kronologi kejadian, saudara perempuan korban, Mariana Marins, menyampaikan bahwa drone terakhir merekam Juliana masih hidup pada pukul 06.59 pagi WITA, 21 Juni. Ia kemudian sempat terlihat oleh seorang turis Spanyol pada pukul 07.51, di mana saat itu Juliana bahkan masih bisa berteriak meminta pertolongan.

Namun, tim penyelamat dari Pertahanan Sipil baru tiba di lokasi sekitar pukul 19.50 WITA, berjam-jam setelah Juliana terakhir terlihat. Mariana menyayangkan lambatnya upaya evakuasi dan menyebut ada banyak faktor yang layak dipertimbangkan ulang. 

“Fakta bahwa Basarnas dipanggil begitu lama setelah kecelakaan itu sudah perlu dipertimbangkan. Mereka sudah tahu itu kecelakaan serius,” ujar Mariana.

Hasil autopsi kedua yang dilakukan di Brasil mengungkap bahwa penyebab utama kematian adalah trauma tumpul berat dan pendarahan internal akibat luka poliviseral. Juliana mengalami patah tulang rusuk dan paha, serta luka berat di bagian panggul yang menyebabkan pendarahan hebat. Salah satu tulang rusuknya bahkan dilaporkan menembus paru-paru, mengakibatkan pneumotoraks yang fatal.

Franklin menjelaskan bahwa meski jenazah telah dibalsem sebelum autopsi kedua, pihaknya masih dapat mengidentifikasi luka akibat benturan keras serta tanda-tanda fisik lainnya. 

“Dia mengalami memar di tengkoraknya, luka di dahi, dan tulang rusuknya patah. Salah satunya menembus pleura paru-paru, yang menyebabkan kerusakan paru dan pendarahan internal,” kata Franklin.

Ia juga menggambarkan bagaimana kemungkinan Juliana jatuh terpeleset ke belakang lalu menghantam tanah di bagian depan tubuhnya. 

“Dia mengalami patah tulang paha yang parah, sehingga dia tidak bisa bergerak sebelum kematiannya,” ujarnya.

Keluarga kini tengah menunggu tindak lanjut dari laporan resmi yang disusun para ahli. Mariana Marins menekankan bahwa jika evakuasi dilakukan lebih cepat, kemungkinan nyawa Juliana masih bisa diselamatkan. 

“Kami menunggu laporannya keluar. Sekarang, kita lihat saja apa yang harus dilakukan selanjutnya,” ungkapnya.

Ia juga menyoroti bahwa lokasi jatuhnya Juliana sebelumnya pernah menjadi titik insiden bagi pendaki lain, namun baru kali ini menimbulkan dampak yang begitu fatal. 

“Beberapa kecelakaan lain memang sudah terjadi di lokasi tersebut, tetapi dampaknya tidak sebesar ini,” tutup Mariana.

x|close