Ntvnews.id
Wakil Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Ryabkov, menegaskan bahwa Moskow tetap mendukung solusi diplomatik sebagai jalan penyelesaian konflik dan menyatakan kesiapan untuk melakukan negosiasi.
"Namun, jika hal ini tidak mendapat respons yang tepat, jika kami tidak dapat mencapai tujuan yang kami tetapkan melalui diplomasi, maka operasi militer khusus akan terus berlanjut,” kata Ryabkov, dikutip Kamis, 17 Juli 2025.
Ia menekankan bahwa posisi Rusia tetap kokoh dan mengimbau agar Amerika Serikat serta NATO menyikapi hal ini dengan sungguh-sungguh.
Di hari yang sama, Trump membantah tuduhan bahwa dirinya pernah menyarankan Kiev untuk melakukan serangan jauh ke dalam wilayah Rusia. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak memihak dalam konflik tersebut, dan menyatakan bahwa Ukraina sebaiknya tidak meluncurkan serangan terhadap Moskow menggunakan senjata jarak jauh.
"Trump menyatakan bahwa Ukraina "hendaknya tidak menargetkan Moskow dengan senjata jarak jauh."
Baca Juga: Rusia Gak Ngaruh Sama Ultimatum Trump
Namun, sehari sebelum pernyataan klarifikasi tersebut, Trump mengungkapkan di Ruang Oval bahwa Amerika Serikat akan tetap mengirimkan bantuan persenjataan kepada Ukraina melalui NATO. Ia juga memperingatkan bahwa jika kesepakatan damai tidak tercapai dalam 50 hari, maka Rusia akan dikenai tarif yang sangat tinggi.
Trump mengatakan beberapa sistem rudal Patriot pertama "kemungkinan tiba di Ukraina dalam hitungan hari.
Merespons hal ini, Kementerian Luar Negeri Rusia mengecam pengiriman senjata dari Barat, dan menganggapnya sebagai bukti nyata bahwa negara-negara anggota NATO tidak berniat mendorong perdamaian.
Sementara itu, Menteri Perdagangan AS, Howard Lutnick, menjelaskan bahwa yang dimaksud Trump dengan "tarif sekunder 100 persen" merujuk pada sanksi ekonomi terhadap Rusia.
Dalam perkembangan lain pada hari yang sama, parlemen Ukraina memilih untuk memperpanjang masa darurat perang serta pengerahan militer selama 90 hari ke depan, yang akan berlangsung hingga 5 November.
Di sisi lain, anggota parlemen Rusia menyetujui keputusan untuk menghentikan sementara partisipasi negara itu dalam Konvensi Ottawa, sebuah perjanjian internasional yang melarang penggunaan ranjau darat anti-personel.
(Sumber: Antara)