Apalagi, kata dia, terdapat pernyataan dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang meminta jajarannya untuk mengusut kasus pembunuhan Vina Cirebon secara tuntas, profesional dan transparan.
"Disampaikan memang penyidikan perkara ini tidak berdasarkan scientific crime investigation, sehingga mengapa terjadi kejanggalan-kejanggalan ini. Statement ini juga akan kami pertimbangkan."
"Kemudian ada hak-hak ketika mereka masih menjadi tersangka. Kita tahu ada Miranda Rule. Mereka lagi ngumpul ditangkap, dan yang menangkap juga sebenarnya bukan bidangnya atau unitnya, bahkan orang tuanya.Harusnya ada hak untuk tidak dulu menjawab, dan hak untuk didampingi penasihat hukum dalam proses penyidikan, serta peradilan. Kami juga sedang meneliti dan mencari tahu sepertinya ada yurisprudensi yang akhirnya dakwaan itu batal. Jadi para terdakwa ini bebas demi hukum," imbuh Asido.
Diketahui, Miranda Rule adalah hak-hak konstitusional dari tersangka atau terdakwa yang meliputi hak untuk tidak menjawab atas pertanyaan pejabat yang bersangkutan dalam proses peradilan pidana dan hak untuk didampingi atau dihadirkan Penasihat Hukum sejak dari proses penyidikan dan atau dalam semua tingkat proses peradilan.
Selain itu, jelas Asido, pihaknya juga bakal menyiapkan ahli yang dapat melihat serta menilai khususnya soal otopsi.
"Bagaimana kalau kita bilang di visumnya itu tidak ada sperma, kemudian pada saat otopsi itu menjadi ada. Padahal disebutkan juga jasad ini sudah 10 hari. Ini menjadi pertanyaan kami juga. Jadi itulah beberapa pertimbangannya," tukas Asido.
Seperti diketahui, Jaya, Supriyanto, Eka Sandi, Hadi Saputra, Eko Ramadhani, dan Rivaldi Aditya Wardana, dan Sudirman, menjalani hukuman penjara seumur hidup.
Mereka divonis bersalah oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Cirebon dalam kasus pembunuhan Vina Dewi Arsita (Vina) dan kekasihnya Muhammad Rizky (Eky), di Cirebon, Jawa Barat (Jabar), pada 2016.