Ntvnews.id, Jakarta - Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) tengah menggelar riset berupa ekspedisi maritim untuk mempelajari tumbukan antara lempeng Australia dan Jawa serta dampaknya terhadap potensi bencana geologi seperti gempa bumi dan tsunami, guna mengantisipasi kemungkinan bencana di masa depan.
Ekspedisi yang diberi judul Collision Process Between the Java and Australia and Its Impacts on Geohazard ini merupakan hasil kerja sama antara BRIN, Second Institute of Oceanography (SIO) dari China, dan Universitas Gadjah Mada (UGM).
“Ekspedisi geosains ini penting untuk memitigasi dan mengurangi risiko dari potensi bencana alam, khususnya yang datang dari laut, seperti yang terjadi saat serangan tsunami besar yang pernah melanda Aceh,” kata Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menyatakan dalam keterangan Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, menyatakan, di Jakarta, Selasa, 12 Agustus 2025.
Handoko menjelaskan, riset akan difokuskan di wilayah selatan Nusa Tenggara Timur (NTT), yang terletak dekat dengan palung terdalam Samudra Hindia yang memiliki kedalaman sekitar 7.200 meter dan aktivitas tektonik yang sangat tinggi.
Tujuan dari ekspedisi ini adalah untuk mengumpulkan data seismik dan resistivitas, dengan menyiapkan 24 seismometer terapung guna merekam aktivitas gempa alam.
“Para peneliti akan menggunakan teknologi canggih, termasuk 30 unit ocean bottom seismometer (OBS) dan 30 unit ocean bottom electromagnetic (OBEM) yang akan dipasang di dasar laut,” ujar Handoko.
Selain itu, ekspedisi ini juga menjadi kesempatan untuk mengembangkan potensi sumber daya manusia (SDM) sekaligus mengeksplorasi keanekaragaman hayati dan ilmu geosains laut.
Handoko menegaskan komitmen BRIN untuk mempercepat peningkatan kapasitas SDM di bidang kelautan, dengan menjadikan kegiatan ini sebagai bukti kemampuan BRIN dalam memfasilitasi peneliti dari berbagai universitas di Indonesia.
“BRIN akan membuat strategi baru untuk mempercepat peningkatan dan pengembangan kapasitas SDM di bidang ini,” tambah Laksana Tri Handoko.
Ekspedisi ini melibatkan 22 peneliti dari China dan 10 peneliti dari Indonesia, termasuk mahasiswa dan teknisi. Mereka berlayar menggunakan kapal canggih berbobot 4.780 ton yang dilengkapi dengan peralatan geofisika seperti air gun besar dan sumber elektromagnetik.
Kapal tersebut dijadwalkan tiba di Jakarta pada 5-6 Agustus 2025 setelah berangkat dari Xiamen, China, sejak 28 Juli 2025.
(Sumber: Antara)