Ntvnews.id, Jakarta - Peristiwa meninggalnya seorang anak perempuan di Sukabumi, Jawa Barat, yang diketahui tubuhnya dipenuhi cacing, menjadi perhatian serius dari Prof. Tjandra Yoga Aditama, mantan Direktur Penyakit Menular WHO untuk kawasan Asia Tenggara.
Dalam pernyataannya di Jakarta pada Rabu, Prof. Tjandra menyampaikan bahwa terdapat tujuh poin penting yang bisa dijadikan pelajaran dari kejadian memilukan tersebut.
"Pertama, untuk analisa bagaimana keadaan klinik sebenarnya serta apa penyebab kematian, maka kita perlu menunggu penjelasan resmi dari pihak rumah sakit secara rinci dulu, sebelum mengambil kesimpulan yang jelas," ujarnya.
Lebih lanjut, Prof. Tjandra menekankan perlunya pemeriksaan terhadap kondisi lingkungan tempat tinggal anak tersebut. Hal ini bertujuan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyebaran parasit di lingkungan warga sekitar.
Baca Juga: Balita Sukabumi Meninggal karena Cacingan Akut, Dedi Mulyadi Ancam Sanksi Desa
Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara Prof. Tjandra yoga Aditama. (ANTARA)
Ia menjelaskan bahwa penyakit cacingan disebabkan oleh berbagai jenis parasit, seperti Cacing Gelang, Cacing Cambuk, dan Cacing Tambang. Penularannya pun kerap terjadi melalui tanah yang telah terkontaminasi oleh tinja yang mengandung telur cacing, serta melalui air yang tidak higienis.
"Telur cacing tersebut dapat tertelan oleh anak-anak yang bermain di tanah yang terkontaminasi, lalu memasukkan tangan mereka ke dalam mulut tanpa mencucinya. Tentu saja ada cara penularan lain seperti melalui air yang tercemar," jelasnya.
Menurut Prof. Tjandra, anak-anak dengan kondisi gizi buruk adalah kelompok yang paling rentan terinfeksi cacing.
Terkait penanganan, ia menyampaikan bahwa WHO telah merekomendasikan empat pendekatan utama untuk mencegah dan mengatasi infeksi cacing: pemberian obat cacing secara rutin, edukasi kesehatan, perbaikan sanitasi lingkungan, serta penggunaan obat yang terbukti aman dan efektif.
Ilustrasi Cacing Pita (Pixabay)
WHO sendiri, lanjutnya, telah menetapkan target untuk mengendalikan penyakit cacingan berbasis tanah secara global pada tahun 2030. Oleh sebab itu, ia menilai bahwa Indonesia juga sebaiknya mengikuti langkah tersebut.
"Indonesia, kata dia, sebaiknya juga menetapkan target serupa demi mewujudkan visi Indonesia Emas 2045 yang sehat dan bebas dari penyakit menular sederhana seperti cacingan."
Kasus ini bermula dari tragedi yang dialami Raya (4), seorang anak dari Kampung Padangenyang, Sukabumi. Ia meninggal dunia dalam kondisi yang sangat memprihatinkan: tubuhnya dipenuhi oleh cacing hidup.
Raya berasal dari keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Ayahnya diketahui sering sakit, sedangkan sang ibu mengalami gangguan kejiwaan. Mereka tinggal di sebuah rumah panggung sederhana, yang bagian kolongnya dipenuhi kotoran ayam — yang diduga kuat menjadi sumber infeksi cacing.
Raya pertama kali ditemukan oleh tim relawan sosial dalam kondisi yang sudah kritis. Ia sempat dilarikan ke rumah sakit, tetapi upaya mencari dukungan biaya pengobatan ke sejumlah lembaga pemerintah maupun organisasi sosial tidak membuahkan hasil.
Baca Juga: Bocah 4 Tahun di Sukabumi Tewas Setelah Tubuhnya Dipenuhi Cacing
Selama menjalani perawatan, dokter berhasil mengeluarkan cacing hidup hingga seberat 1 kilogram dari dalam tubuhnya. Hasil CT scan bahkan menunjukkan bahwa cacing dan telurnya telah menyebar hingga ke bagian otak. Raya akhirnya meninggal pada 22 Juli 2025.
Kasus ini menimbulkan gelombang keprihatinan dari berbagai pihak, termasuk Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Ia menilai kondisi lingkungan yang tidak layak telah menyebabkan Raya mengalami infeksi cacingan yang parah.
Dedi juga menyoroti lemahnya fungsi PKK, posyandu, hingga bidan desa, yang seharusnya aktif melakukan pemantauan terhadap kondisi kesehatan warga.
Ia bahkan menyatakan akan memberikan sanksi kepada pihak-pihak terkait yang dinilai lalai.
Menindaklanjuti kasus ini, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga mengambil langkah untuk mengevakuasi seluruh anggota keluarga Raya guna mendapatkan perawatan medis. Beberapa anggota keluarga diketahui turut menderita penyakit tuberkulosis (TBC). (Sumber: Antara)