Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi kuota haji. Pada pemeriksaan perdananya, KPK menelusuri kronologi pembagian kuota haji tambahan tahun 1445 Hijriah atau 2024 Masehi.
“Penyidik mendalami terkait dengan kronologi kuota tambahan yang kemudian melalui keputusan menteri dilakukan pembagian kuota haji khusus dan juga kuota haji reguler,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin.
Selain menggali kronologi, KPK juga memeriksa dugaan adanya aliran dana dari pembagian kuota tambahan tersebut kepada Yaqut. Hal ini masih dalam rangka penyidikan kasus dugaan korupsi penentuan kuota serta penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama periode 2023–2024.
Diketahui, Yaqut diperiksa hampir tujuh jam pada Senin 1 September 2025, dimulai pukul 09.22 WIB hingga 16.20 WIB.
Baca Juga: Gempa Besar di Afghanistan Timur Renggut 800 Korban Jiwa
Sebelumnya, pada 9 Agustus 2025, KPK resmi mengumumkan dimulainya penyidikan perkara dugaan korupsi terkait kuota dan penyelenggaraan ibadah haji. Langkah tersebut diambil setelah lembaga antirasuah itu meminta keterangan Yaqut pada 7 Agustus 2025 dalam tahap penyelidikan.
KPK juga telah berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung potensi kerugian negara dalam kasus tersebut. Pada 11 Agustus 2025, KPK menyampaikan estimasi awal kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun. Selain itu, lembaga ini juga mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut.
Tidak hanya KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam pelaksanaan ibadah haji 2024. Salah satu yang disoroti adalah pembagian kuota tambahan sebesar 20.000 jamaah dari Pemerintah Arab Saudi, yang kemudian dibagi rata 50:50 oleh Kementerian Agama, yakni 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Pembagian tersebut dipandang tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur proporsi 92 persen untuk kuota reguler dan hanya 8 persen untuk kuota khusus.
(Sumber : Antara)