SMA Kolese Gonzaga Tegaskan Pelajar Punya Hak Bersuara dalam Demokrasi

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 8 Sep 2025, 09:56
thumbnail-author
Dedi
Penulis
thumbnail-author
Beno Junianto
Editor
Bagikan
SMA Kolese Gonzaga SMA Kolese Gonzaga (Google Maps)

Ntvnews.id, Jakarta - Senat SMA Kolese Gonzaga menegaskan bahwa pelajar SMA maupun SMK berhak untuk turut bersuara dalam proses demokrasi. Pernyataan resmi yang disampaikan pada Kamis, 4 September 2025, itu menolak pandangan yang menyebut pelajar tidak perlu dilibatkan dalam penyampaian pendapat di ruang publik.

“Bentuk partisipasi seperti kampanye media sosial, penyebaran petisi, hingga penyuaraan aspirasi merupakan wujud nyata kebebasan berpendapat yang dilindungi Pasal 28 Ayat (3) UUD 1945,” tulis pernyataan yang ditandatangani Kepala SMA Kolese Gonzaga, Peter Eduard C. Ratu Dopo, dan Ketua Senat, Christpoher Kana Cahyadi.

Dalam dokumen tersebut, komunitas pelajar Gonzaga juga menyatakan keprihatinan atas jatuhnya korban jiwa serta munculnya kekerasan dalam gelombang demonstrasi beberapa waktu terakhir. Situasi itu dinilai sebagai refleksi dari ketidakpuasan masyarakat terhadap pemerintah, DPR, maupun aparat penegak hukum.

Selain menekankan pentingnya hak pelajar, mereka menegaskan sejumlah sikap:

  1. Menghormati upaya masyarakat yang menyuarakan aspirasi secara kondusif demi kepentingan bersama.
  2. Mengecam penyebaran misinformasi serta upaya pembelokan narasi yang berpotensi memicu konflik horizontal.
  3. Mendesak DPR menunjukkan itikad baik dalam merespons 17+8 tuntutan rakyat yang sedang dibahas.

“Sebagai pelajar Indonesia, kami berkomitmen memberikan sikap tegas dan kritis terhadap dinamika sosial-politik yang terjadi di Tanah Air,” demikian isi pernyataan tersebut.

Baca Juga: Dosen Pendidikan Sejarah UPI Dilaporkan Hilang 6 Hari

Namun, pandangan ini berbeda dengan pernyataan Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah Abdul Mu’ti. Ia sebelumnya menilai pelajar tidak perlu menyampaikan aspirasi melalui aksi unjuk rasa di jalan.

Menurut Mu’ti, pelajar tetap bisa bersuara tanpa meninggalkan kewajiban belajar. “Ada cara yang lebih damai. Pesannya bisa sampai tanpa harus meninggalkan sekolah,” ujarnya saat ditemui di kawasan Rawamangun, Jakarta Timur pada Sabtu, 6 September 2025.

Mu’ti berpendapat bahwa demonstrasi berisiko menimbulkan tindakan anarkistis. Karena itu, ia mendorong peran orang tua, guru, murid, dan dinas pendidikan dalam membina pelajar agar tidak ikut terlibat dalam aksi turun ke jalan.

x|close