Ntvnews.id, Jakarta - Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa menegaskan tidak ada pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di PT Gudang Garam Tbk.
Ia meluruskan kabar yang sempat ramai di media sosial dan pemberitaan online itu dengan menyebut bahwa yang terjadi sebenarnya adalah program pensiun dini yang ditawarkan perusahaan.
“Terkait PHK massal, yang terjadi bukan PHK massal, yang terjadi adalah pensiun dini yang ditawarkan oleh manajemen PT Gudang Garam,” kata Khofifah di Surabaya, Selasa, dilansir Antara.
Khofifah menjelaskan bahwa program pensiun dini tersebut bukan hal baru, melainkan sudah berlangsung cukup lama dan hanya menyasar sebagian kecil karyawan. Menurut Khofifah lagi, yang mengajukan pensiun dini ada 200 karyawan dan ini proses sudah agak lama.
Isu PHK mencuat sejak akhir pekan lalu, setelah sebuah video viral di media sosial, seperti Instagram dan X (Twitter), memperlihatkan momen perpisahan pekerja di salah satu pabrik Gudang Garam di Tuban. Video itu kemudian memunculkan spekulasi adanya PHK massal, bahkan disebut-sebut melibatkan ribuan karyawan.
Spekulasi tersebut makin menguat karena beredar di tengah sorotan terhadap kinerja keuangan perusahaan. Pada semester I-2025, Gudang Garam memang mencatat penurunan laba bersih hingga 87,3 persen menjadi Rp117,16 miliar.
Baca Juga: Gudang Garam Disebut Lakukan PHK Massal, Warganet Soroti Nasib Pekerja
Baca Juga: Bantah Hasut Masyarakat, Lokataru: Demo Gara-gara Banyak PHK dan Ekonomi Sulit!
Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Timur, Sigit Priyanto, ikut memastikan bahwa yang terjadi hanyalah program pensiun dini.
“Itu di Instagram, itu saya cek sana, sama nakernya, sama manajernya, ternyata ada penawaran program pensiun dini. Sudah 200 yang datang tapi semua sudah dipenuhi,” jelasnya.
Hal ini sejalan dengan klarifikasi manajemen Gudang Garam, yang menegaskan pabrik di Tuban tetap beroperasi normal dengan jumlah tenaga kerja 800–850 orang.
Meski begitu, data laporan tahunan perusahaan menunjukkan adanya tren penurunan jumlah karyawan dalam beberapa tahun terakhir. Dari 32.491 orang pada 2019, jumlah karyawan berkurang menjadi 30.308 pada 2024. Penurunan ini disebut-sebut sebagai dampak restrukturisasi akibat kenaikan cukai rokok dan maraknya peredaran rokok ilegal.