"Karena posisi Anda itu tidak bisa dilepaskan sebagai seorang Hasyim Asy'ari dan sebagai Ketua KPU, begitu juga dengan seluruh penyelenggara yang lain," lanjutnya.
Alhamid berharap kasus yang terjadi pada Hasyim Asy'ari menjadi yang terakhir di KPU, Bawaslu (Badan Pengawas Pemilihan Umum) maupun DKPP.
"Saya tentu ingin menyampaikan kepada kita semua, mudah-mudahan ini adalah kasus terakhir yang terjadi di KPU, di Bawaslu, bahkan di DKPP. Karena DKPP juga itu adalah penyelenggara Pemilu. Jangan sampai perilaku-perilaku minta maaf yang tercela terkait dengan asusila ini, dan sangat terang benderang, detail dijelaskan dalam pembacaan putusan terjadi lagi," imbuhnya.
Alhamid menambahkan, sejumlah pihak meragukan apakah seorang yang sudah tercoreng melakukan pelanggaran etik berat dengan perilaku yang tercela bisa dipercaya terkait dengan kepemimpinannya.
"Orang menjadi ragu. Apakah yang dilakukan kemarin itu dia bisa mengelola KPU dengan baik dengan perilaku seperti ini. Tentu kita sangat menyesalkan peristiwa ini. Semoga menjadi contoh sekaligus pembelajaran penting bagi seluruh penyelenggara Pemilu di mana pun dia berada, di mana kita harus zero toleran terkait masalah etik."
"Jadikan nilai etik ini di atas hukum. Etik itu adalah sesuatu yang lebih besar dan substantif untuk dipegang, diyakini oleh penyelenggara Pemilu, selain pemahaman atau kompetensi, maupun profesionalisme tata kelola Pemilunya," tukas Alhamid.