Ntvnews.id, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyampaikan bahwa dugaan korupsi dalam pencairan kredit usaha di PT Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Bank Jepara Artha (Perseroda) pada periode 2022–2024 bermula dari adanya kredit macet yang melibatkan dua kelompok debitur melalui 26 nama debitur.
“Sebagai jalan keluar dari permasalahan tersebut, sekitar awal 2022, JH selaku Direktur Utama BPR Bank Jepara Artha bersepakat dengan MIA selaku Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang untuk mencairkan kredit fiktif yang penggunaannya sebagian digunakan oleh manajemen BPR untuk memperbaiki performa kredit macet dengan membayar angsuran dan pelunasan,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 18 September 2025 malam.
Asep menambahkan bahwa sebagian dana dari kredit fiktif tersebut diberikan kepada MIA sebagai kompensasi atas nominal kredit yang sudah digunakan pihak BPR Bank Jepara Artha.
“Saudara JH menjanjikan penggantian berupa penyerahan agunan kredit yang kreditnya dilunasi dengan menggunakan dana kredit fiktif kepada MIA,” jelasnya.
Baca Juga: KPK Cek Ulang LHKPN Wali Kota Prabumulih Arlan
Dalam kurun waktu April 2022 hingga Juli 2023, BPR Bank Jepara Artha kemudian menyalurkan 40 kredit fiktif dengan nilai total mencapai Rp263,6 miliar kepada debitur yang identitasnya dipakai oleh MIA.
Kredit tersebut dicairkan tanpa adanya analisis kelayakan sesuai kondisi debitur. Banyak di antaranya justru berprofesi sebagai pedagang kecil, tukang, buruh, karyawan, pengemudi ojek daring, hingga pengangguran yang dibuat seolah-olah berhak memperoleh pinjaman rata-rata Rp7 miliar per debitur.
Sebanyak 40 orang debitur dengan profil yang tidak memenuhi syarat itu bersedia meminjamkan identitasnya karena dijanjikan kompensasi sekitar Rp100 juta per orang.
Asep mengungkapkan, untuk mendukung pengajuan kredit, para tersangka menyiapkan dokumen palsu, mulai dari rekening koran fiktif hingga foto usaha milik pihak lain, sehingga tampak memenuhi syarat dalam berkas pengajuan kredit di BPR Bank Jepara Artha.
Pada proses penandatanganan, yang banyak dilakukan di Semarang dan Klaten, Jawa Tengah, kredit dicairkan tanpa pemeriksaan ulang terhadap dokumen, khususnya terkait pengikatan agunan atau hak tanggungan.
Baca Juga: KPK Tahan Lima Tersangka Korupsi Kredit BPR Bank Jepara Artha
Selama periode tersebut, total pencairan Rp263,5 miliar direalisasikan dengan alokasi: biaya provisi Rp2,7 miliar, premi asuransi ke Jamkrida Rp2,06 miliar, biaya notaris Rp10 miliar, pengambilan dana oleh JH Rp206 juta, oleh IN Rp275 juta, serta oleh AN Rp93 juta.
Selain itu, Rp4,85 miliar digunakan sebagai kompensasi bagi 40 debitur fiktif, lalu Rp95,2 miliar dipakai JH atau pihak manajemen BPR untuk menutup kredit macet, membeli satu unit mobil, serta menarik Rp1 miliar.
Di sisi lain, Rp150,4 miliar dimanfaatkan MIA, antara lain Rp60 miliar untuk membeli tanah sebagai agunan 40 debitur fiktif, Rp70 miliar untuk pembelian aset pribadi, dan sisanya dialirkan ke rekening pribadi maupun perusahaan miliknya.
“Terhadap realisasi kredit fiktif tersebut, MIA memberikan sejumlah uang kepada tersangka BPR Bank Jepara Artha, yakni JH sebesar Rp2,6 miliar, IN sebesar Rp793 juta, AN sebesar Rp637 juta, dan AS sebesar Rp282 juta. Kemudian ada uang umrah untuk JH, IN, dan AN sebesar Rp300 juta,” ungkap Asep.
Ia menegaskan, “Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan telah melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.”
KPK telah memulai penyidikan kasus ini pada 24 September 2024. Saat itu, penyidik menetapkan lima orang sebagai tersangka, namun belum membeberkan identitas dan jabatan mereka karena penyidikan masih berlangsung.
Dua hari kemudian, 26 September 2024, KPK mengeluarkan surat pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap lima warga negara Indonesia berinisial JH, IN, AN, AS, dan MIA. Pencegahan itu diberlakukan untuk memastikan kelima orang tersebut tetap berada di Indonesia guna kepentingan penyidikan.
Akhirnya, pada 18 September 2025, KPK resmi mengumumkan dan menahan para tersangka. Mereka adalah Direktur Utama BPR Bank Jepara Artha Jhendik Handoko (JH), Direktur Bisnis dan Operasional BPR Bank Jepara Artha Iwan Nursusetyo (IN), Kepala Divisi Bisnis, Literasi, dan Inklusi Keuangan Ahmad Nasir (AN), Kepala Bagian Kredit Ariyanto Sulistiyono (AS), serta Direktur PT Bumi Manfaat Gemilang Mohammad Ibrahim Al’Asyari (MIA).
Sumber: ANTARA