Ntvnews.id, Jakarta - Perdebatan mengenai dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang disebut-sebut mengendap di perbankan kembali memanas antara Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dan Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi.
Isu ini mencuat setelah Menkeu menyoroti lambatnya realisasi belanja APBD hingga kuartal III-2025, di mana sejumlah pemerintah daerah (Pemda) menahan dana mereka di bank.
Purbaya Soroti Dana APBD yang Mengendap
Dalam rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025 yang dipimpin Mendagri Tito Karnavian, Purbaya menyinggung adanya 15 Pemda dengan simpanan dana daerah tertinggi di bank, dengan total mencapai Rp234 triliun.
“Pemerintah pusat sudah menyalurkan dana ke daerah dengan cepat. Sekali lagi, (untuk) memastikan uang itu benar-benar bekerja untuk rakyat,” ujar Purbaya.
Dari daftar 15 Pemda tersebut, Provinsi DKI Jakarta berada di urutan pertama dengan pengendapan Rp14,6 triliun, sedangkan Pemprov Jawa Barat menempati urutan kelima dengan Rp4,1 triliun. Pernyataan ini menimbulkan perhatian karena dianggap menyinggung realisasi belanja daerah di Jawa Barat.
Baca Juga: Purbaya Jawab Tantangan KDM Soal Buktikan APBD Ngendap di Bank: Saya Bukan Pegawai Pemda Jabar
Dedi Mulyadi Tantang Purbaya
Menanggapi pernyataan Purbaya, Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menegaskan tudingan dana APBD Jabar mengendap dalam deposito tidak benar. Ia menantang Menteri Keuangan untuk membuka data faktual.
“Saya sudah cek, tidak ada yang disimpan dalam deposito. Saya tantang Pak Menkeu (Purbaya) untuk membuka data dan faktanya, daerah mana yang menyimpan dana dalam bentuk deposito,” kata Dedi dalam keterangan tertulis, Senin, 20 Oktober 2025.
Dedi Mulyadi Sebut Tuduhan Tak Berdasar
Dedi menambahkan, tudingan bahwa semua daerah sengaja menahan belanja dan menimbun dana di bank tidak berdasar. Sebagian besar daerah justru mempercepat belanja publik agar manfaatnya langsung dirasakan masyarakat.
“Di antara kabupaten, kota, dan provinsi yang jumlahnya sangat banyak ini, pasti ada yang bisa melakukan pengelolaan keuangan dengan baik, bisa membelanjakan kepentingan masyarakatnya dengan baik, bisa jadi juga ada daerah-daerah yang tidak bisa membelanjakan keuangan daerahnya dengan baik,” ujarnya.
Ia menekankan bahwa tudingan Purbaya berpotensi merugikan daerah yang telah bekerja maksimal dan meminta transparansi serta keadilan.
“Sebaiknya, daripada menjadi spekulasi yang membangun opini negatif, umumkan saja daerah-daerah mana yang belum membelanjakan keuangannya dengan baik, bahkan yang menyimpannya dalam bentuk deposito,” kata Dedi.
Baca Juga: Disebut Purbaya Dikibulin Anak Buah, Dedi Mulyadi: Saya Cek Lagi Bohong atau Fakta
Purbaya Balas Bantahan Dedi
Tak lama setelah bantahan Dedi, Purbaya memberikan klarifikasi. Ia menegaskan bahwa data yang ia sampaikan bersumber dari Bank Indonesia (BI), bukan perhitungan internal Kemenkeu, dan menduga Dedi mendapat informasi yang kurang akurat dari bawahannya.
“Tanya saja ke Bank Sentral. Itu kan data dari sana. Kemungkinan besar anak buahnya juga ngibulin dia, loh. Karena itu laporan dari perbankan. Data pemerintah, sekian, sekian, sekian,” ujar Purbaya saat ditemui di Kementerian Keuangan, Selasa, 21 Oktober 2025.
Purbaya menambahkan, ia tidak menyinggung khusus Pemprov Jabar. Semua data sebelumnya disampaikan oleh Mendagri Tito Karnavian dalam rapat koordinasi. Ia menilai Dedi seolah berdebat dengan dirinya sendiri karena data yang dipakai berasal dari sistem pelaporan perbankan BI.
“Dia hanya tahu Jabar saja, kan. Saya enggak pernah sebut data Jabar. Kalau mau periksa, ya periksa saja sendiri di sistem monitoring BI. Itu laporan dari perbankan yang masuk secara rutin,” jelas Purbaya.
Dedi Mulyadi Tegaskan Data Jabar Berbeda
Dedi kembali menanggapi pernyataan Purbaya. Ia membantah jumlah dana APBD Jawa Barat yang disebut mengendap sebesar Rp4,17 triliun, dan menyebut angka sebenarnya sekitar Rp2,4 triliun.
“Bukan Rp 4 triliun, tapi Rp 2,4 triliun. Oh tapi Alhamdulillah, kalau di Bank Indonesia masih ada dana Pemprov Jabar Rp 4 triliun,” ujarnya di Universitas Indonesia, Depok, Selasa, 21 Oktober 2025.
Dedi Mulyadi Bantah Mengendap, Tapi Bertahap
Ia menekankan istilah “mengendap” kurang tepat karena dana yang masuk kas daerah digunakan secara bertahap sesuai kebutuhan proyek. Contohnya, proyek jalan senilai Rp4 triliun tidak dibayarkan sekaligus.
“Pembayaran untuk bulan ini saja sekitar Rp 5 triliun. Artinya masih kurang, menunggu dari mana? Ya menunggu dari dana bagi hasil pemerintah pusat,” jelas Dedi. Ia bahkan mempersilakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk memeriksa langsung kas Pemprov Jawa Barat jika diperlukan.