Ntvnews.id, Jakarta - Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto menyoroti strategi APBN untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, termasuk rencana memindahkan rekening pemerintah di Bank Indonesia (BI) senilai Rp200 triliun ke bank umum.
Ide ini bertujuan meningkatkan likuiditas perbankan dan kapasitas penyaluran kredit ke sektor riil sebagai engine utama pertumbuhan.
Namun, Eko menekankan bahwa kebijakan ini tidak akan efektif jika masalah struktural di sektor riil tidak diatasi.
"Data menunjukkan likuiditas yang sudah ada pun tidak terserap optimal, dengan kredit yang disetujui bank tetapi tidak diambil pelaku usaha (undisbursed loan) masih sangat besar, menandakan lemahnya permintaan kredit akibat iklim usaha yang belum kondusif," ucap Eko dikutip, Jumat 12 September 2025.
Baca juga: Menkeu Purbaya Bakal Tarik Rp200 Triliun dari BI, DPR Ingatkan 3 Hal ini
Baca juga: Menkeu Purbaya Ungkap Daftar 6 Bank yang Akan Terima Suntikan Dana Rp200 T
Oleh karena itu, kebijakan fiskal harus pro stimulasi dengan langkah konkret diantaranya efisiensi anggaran pada belanja non-esensial dan realokasi ke belanja produktif berdampak cepat seperti infrastruktur digital, irigasi, dan logistik.
Eko mengungkapkan, Percepatan belanja strategis di sektor pangan, energi, UMKM, dan kesehatan juga krusial untuk menghindari penumpukan di akhir tahun.
Selain itu, dana transfer ke daerah tidak dipotong karena pertumbuhan ekonomi nasional juga bergantung pada berputarnya likuiditas di daerah.
Eko menegaskan bahwa tanpa deregulasi, pemberantasan premanisme, akses pasar yang lebih baik, dan pelatihan skill untuk UMKM, kebijakan pemindahan likuiditas dari BI ke bank umum hanya akan jadi dana menganggur.
"Menteri Keuangan baru harus memastikan APBN 2026 benar-benar mendorong sektor riil dengan membuat usaha di Indonesia lebih mudah dan murah, serta menghentikan praktik perburuan pajak yang memberatkan wajib pajak patuh," tandasnya.