"Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI inisial AT meminta panitia lelang untuk membuka lelang sedangkan HPS masih di-review oleh tim konsultan PMC," kata Arief.
"Panitia lelang tetap melanjutkan lelang padahal prakualifikasi hanya 1 PT WIKA yang memenuhi syarat. Sedangkan perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam dan 9 perusahaan lainnya tidak lulus. Untuk perusahaan KSO Hutama-Eurrosiatic-Uttam gagal karena dukungan bank belum merupakan komitmen pembiayaan proyek dan lokasi workshop di luar negeri," imbuhnya.
Lalu, kata Arief, isi dari kontrak perjanjian diubah dan tidak sesuai dengan rencana kerja syarat-syarat/RKS dengan menambahkan uang muka 20 persen dan menambahkan juga pembayaran letter of credit atau LC ke rekening luar negeri. Tahapan pembayaran procurement yang menguntungkan penyedia tanpa mengikuti proses GCG.
"Kontrak perjanjian ditandatangani tidak sesuai dengan tanggal yang tertera di kontrak karena kontrak perjanjian masih dikaji atau dibahas oleh kedua belah pihak dari 23 Desember 2016 sampai dengan Maret 2017," tuturnya.
"Proyek dikerjakan tanpa adanya studi kelayakan. Jaminan uang muka dan jaminan pelaksanaan expired dan tidak pernah diperpanjang. Metode pembayaran barang impor atau letter of credit tidak wajar," sambung Arief.
Tindakan tersebut berdampak pada kelangsungan proyek. Hingga kini proyek tersebut masih mangkrak dan uang PTPN XI sudah keluar kepada kontraktor hampir 90 persen.
"Penyidik pun sudah mengirimkan surat ke BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) untuk permintaan penghitungan kerugian negara dan hingga saat ini belum ada penetapan tersangka," tandasnya.