Menjalani eksperimen makan telur dalam jumlah banyak tentu bukan hal yang mudah. Horowitz mengaku bahwa rasa jenuh sempat muncul karena harus memakan telur terus-menerus. Namun, dengan tekad kuat, ia tetap melanjutkan eksperimen tersebut.
"Telur adalah makanan yang serbaguna, jadi mengolahnya dengan berbagai cara menjadi bagian yang menyenangkan dari eksperimen ini. Tidak terlalu sulit," ujar Horowitz dalam sebuah wawancara. Ia mencoba berbagai metode memasak telur, dari menggoreng hingga membuat telur dadar.
Baca Juga: Real Madrid Imbang Lawan Las Palmas, Vinicius Jr Pecah Telur
Meski begitu, Horowitz mengakui adanya tantangan. "Menjelang akhir, saya benar-benar bosan dengan rasa telur. Tapi saya tetap ingin melihat hasil akhirnya," tambahnya dengan penuh antusias.
Para ilmuwan pada umumnya skeptis terhadap eksperimen Horowitz. Beberapa dari mereka memperingatkan tentang risiko jangka panjang akibat konsumsi telur dalam jumlah besar. Mereka khawatir kadar kolesterol dalam tubuhnya bisa melonjak tajam.
Dr. Robert Thompson, seorang ahli gizi dari Universitas Boston, menyatakan, "Ini adalah eksperimen yang ekstrem. Meskipun hasilnya menarik, kita harus ingat bahwa metabolisme setiap orang berbeda." Menurutnya, eksperimen semacam ini tidak bisa dijadikan acuan bagi semua orang.
Namun, hasil dari eksperimen Horowitz tetap menarik perhatian. Beberapa ahli bahkan mulai mempertimbangkan kembali pandangan mereka tentang konsumsi telur. "Ini membuka perbincangan baru tentang diet tinggi protein," ungkap Dr. Thompson.