"Tentang WTO, diskriminasi, dan deforestasi, ini politik dagang. Tidak ada negara satu pun di dunia ini yang ingin lapaknya diambil negara lain, nggak ada. Ujung-ujungnya kita lihat ini main narasi saja tapi substansi sama," ujar Bahlil dalam Rapat Kerja Komisi VI DPR RI, Jakarta, Senin, awal September 2023.
Pantang Surut Melanjutkan Hilirisasi
Ilustrasi Tambang (Pixabay)
Sidang WTO pada November 2022 lalu memenangkan gugatan Uni Eropa. Meski demikian, Indonesia tak berniat menyurutkan langkah mengembangkan hilirisasi dan memilih banding. ”Ya enggak apa-apa kalah. Tapi jangan mundur. Saya perintahkan banding," ujar Jokowi di pembukaan Mahasabha Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia di Universitas Tadulako, Sulawesi Tengah, pada akhir Agustus 2023.
Menurut Jokowi, jika Indonesia mundur, maka sampai kapan pun tidak akan bisa menjadi negara maju. Apalagi di waktu mendatang pemerintah akan melakukan hilirisasi crude palm oil (CPO), perikanan, rumput laut, dan hasil bumi lain. “Kan saat banding memerlukan waktu. Mungkin bisa tiga tahun, mungkin empat tahun, mungkin lima tahun industri kita sudah jadi, sehingga pondasi kita kuat," kata Jokowi.
Pada kesempatan yang sama, Presiden Jokowi memberikan contoh produksi rumput laut Indonesia yang merupakan yang terbesar kedua di dunia, namun diekspor dalam kondisi mentah. Padahal jika rumput laut masuk industri dan hilirisasi ada potensi nilai ekspor yang semakin bertambah. "Masak sejak (zaman) VOC 400 tahun yang lalu, kita ekspor bahan mentah sampai sekarang kita mau terus ekspor bahan mentah. Untuk saya tidak mau," ujarnya.
Bersamaan dengan proses banding, pemerintah Indonesia melakukan diplomasi hilirisasi untuk memperoleh dukungan dari negara-negara lain di dalam dan luar WTO. Langkah ini perlu dilakukan untuk memperkuat posisi Indonesia dalam sengketa yang masih berlangsung.