“Perbedaan ini menunjukkan bahwa meskipun ada kesamaan pandangan dalam beberapa hal, seperti dasar hukum penetapan tersangka yang mengacu pada PERMA Nomor 4 Tahun 2016 dan Putusan MK Nomor 21/PUU-XII/2014, substansinya tetap berbeda,” jelasnya.
Selain itu, Harli menegaskan bahwa nilai hukum dari keterangan ahli terletak pada penyampaian langsung di persidangan sesuai dengan Pasal 186 KUHAP, bukan pada pendapat tertulis.
“Pendapat ahli disampaikan dalam persidangan untuk memberikan penjelasan mengenai objek gugatan praperadilan, sementara pendapat tertulis hanya merangkum poin-poin utama dari pertanyaan yang diajukan,” ujarnya.
Baca juga: Harga Emas Antam Hari Ini Ambruk Rp40.000, Jadi Rp1.499.000 per Gram
Dia memastikan bahwa Kejagung tetap berkomitmen untuk menjalankan tugas secara profesional dan menjaga prinsip keadilan dalam setiap langkahnya.
Pada sidang gugatan praperadilan Tom Lembong, Kejagung menghadirkan sejumlah ahli secara langsung, seperti Prof. Hibnu Nugroho, Taufik Rahman, Dr. Ahmad Redi (ahli hukum administrasi negara), dan Evenry Sihombing (auditor pada BPKP). Sedangkan Prof. Agus Surono (ahli hukum pidana) tidak hadir langsung dan mengirimkan pendapat hukum secara tertulis yang dibacakan di persidangan.
Pada sidang yang berlangsung Jumat, 11 November 2024, tim kuasa hukum Tom Lembong mengkritik dugaan penjiplakan dalam surat keterangan yang disampaikan oleh Prof. Hibnu Nugroho dan Taufik Rahman.