Pada Kamis 5 Desember lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung, Ardito Muwardi, dalam sidang Pengadilan Tipikor Jakarta, menuntut Helena dengan hukuman 8 tahun penjara atas dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah selama periode 2015–2022.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai Helena telah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 56 ke-2 KUHP.
Baca Juga: Prabowo: Singapur dan India Kalau Pilih Gubernur dan Bupati Lewat DPRD, Biar Efesien
Ia juga didakwa melanggar Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 56 ke-1 KUHP.
Selain pidana penjara, JPU meminta majelis hakim menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp1 miliar kepada Helena. Jika denda tersebut tidak dibayarkan, akan diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama 1 tahun.
Helena juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp210 miliar, dengan mempertimbangkan aset-asetnya yang telah disita oleh pihak berwenang.
Dalam kasus ini, Helena didakwa membantu terdakwa Harvey Moeis, perwakilan PT Refined Bangka Tin, untuk menyimpan uang hasil korupsi timah sebesar 30 juta dolar Amerika Serikat (AS), atau setara dengan Rp420 miliar.