Kerja sama tersebut juga tidak melalui proses due diligence (uji tuntas) dan prosedur Know Your Customer (KYC), sehingga tidak diketahui sumber atau asal-usul emas yang dipasok dan diproduksi di UBPP Logam Mulia—apakah berasal dari pertambangan ilegal, pelanggaran HAM, pencucian uang, atau pendanaan terorisme.
Dalam kasus ini, Tutik, baik secara individu maupun bersama-sama dengan Herman, Tri, Dody, Abdul, Abi, dan Iwan, didakwa memberikan kemudahan kepada tujuh terdakwa dari pihak swasta serta pelanggan nonkontrak karya yang menggunakan jasa lebur cap atau pemurnian emas cucian.
Hal ini dilakukan dengan cara tidak menerapkan prosedur KYC atau uji tuntas terhadap bahan baku emas milik pelanggan.
Para pelanggan hanya diminta untuk menunjukkan identitas diri berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Tim LBMA UBPP Logam Mulia, sehingga asal-usul perolehan bahan baku emas mereka tidak diketahui legalitasnya.
Akibat perbuatan para terdakwa, negara mengalami kerugian sebesar Rp3,31 triliun, yang telah memperkaya beberapa pihak. Lindawati memperoleh keuntungan sebesar Rp616,94 miliar, Suryadi Lukmantara Rp444,93 miliar, Suryadi Jonathan Rp343,41 miliar, dan James Rp119,27 miliar.
Selain itu, Djuju memperoleh Rp43,33 miliar, Ho Rp35,46 miliar, Gluria Rp2,07 miliar, dan pelanggan non-kontrak karya lainnya sebesar Rp1,7 triliun. (Sumber Antara)