Saat ini, seluruh barang bukti tengah diperiksa lebih lanjut di laboratorium forensik.
Menurut Brigjen Djuhandhani, surat-surat yang diduga dipalsukan itu digunakan sebagai dokumen persyaratan untuk pengajuan warkat. Dari hasil pemeriksaan, ditemukan bahwa beberapa nama warga dicatut tanpa seizin pemilik identitas.
"Beberapa warga memang benar dipakai, dicatut namanya dengan diminta salinan KTP yang akhirnya dimunculkan dalam surat-surat ini. Sementara itu, warga ini tidak mengetahui dan menyatakan tidak memiliki atau menguasai tanah tersebut," jelasnya.
Saat ini, penyidik telah meminta keterangan dari 44 saksi, termasuk Kepala Desa (Kades) Kohod, Arsin. Gelar perkara diperkirakan akan dilakukan dalam waktu dekat.
"Kita berprinsip pada pembuktian. Terpenuhi alat bukti. Alat bukti itu berkaitan atau tidak. Inilah nanti yang akan kita gelarkan. Mohon doanya dalam waktu dekat, kalau saya analisa dari penyidik, mungkin dalam pekan ini atau pekan depan kita sudah bisa menggelarkan," tambahnya.
Sebelumnya, pada 10 Februari 2025, penyidik Dittipidum Bareskrim Polri telah melakukan penggeledahan di Kantor Desa Kohod, rumah Kades Kohod, serta rumah Sekretaris Desa Kohod. Penggeledahan tersebut melibatkan tim dari Bareskrim Polri, Pusat Laboratorium Forensik (Puslabfor) Polri, serta personel dari kepolisian setempat. Dalam operasi ini, sebanyak 20 personel Dittipidum diterjunkan ke lapangan.
(Sumber: Antara)