Ntvnews.id, Jakarta - Seorang dokter yang sedang menjalani pendidikan dokter spesialis di Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad), resmi dikeluarkan dari program tersebut. Keputusan ini diambil setelah muncul dugaan keterlibatannya dalam tindak kekerasan seksual terhadap anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
Rektor Universitas Padjadjaran, Prof Arief S. Kartasasmita, menegaskan bahwa pemutusan status pendidikan tersebut merupakan bentuk komitmen tegas institusi terhadap penegakan norma dan hukum, menyusul dugaan pelanggaran yang dilakukan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) tersebut.
“Tentu Unpad dalam hal ini sangat prihatin terhadap kasus ini. Secara umum Unpad tidak akan menoleransi segala bentuk pelanggaran hukum maupun pelanggaran norma yang berlaku,” kata Arief dalam keterangannya di Bandung, Jawa Barat, Selasa.
Meski proses hukum masih berada dalam tahap penyelidikan dan belum diputuskan oleh pengadilan, menurut Prof Arief, pihak kampus memiliki cukup alasan dan bukti untuk menerapkan sanksi akademik berupa pemberhentian dari program pendidikan.
“Ada aturan internal di Unpad yang menyatakan bahwa setiap mahasiswa, dosen, maupun karyawan, yang melakukan tindakan pidana akan dikenakan sanksi sesuai peraturan yang berlaku,” kata Prof Arief.
Pihak kampus menegaskan bahwa dokter dengan inisial PIP tidak lagi menyandang status mahasiswa Unpad dan tidak diizinkan untuk terlibat dalam aktivitas kampus maupun kegiatan di rumah sakit pendidikan.
Prof Arief menambahkan bahwa Unpad juga akan memberikan dukungan kepada pihak korban, serta telah melakukan koordinasi dengan RSHS dan aparat kepolisian demi memastikan penanganan hukum berjalan secara adil dan terbuka.
“Kami turut prihatin dan menyampaikan penyesalan mendalam kepada korban dan keluarganya. Semoga kejadian serupa tidak terjadi lagi pada masa mendatang,” katanya.
Sebagai bagian dari langkah perbaikan, Unpad berencana meningkatkan sistem pengawasan dalam penyelenggaraan pendidikan, baik di tingkat spesialis maupun program lainnya.
“Tujuannya agar kasus-kasus serupa tidak terjadi lagi, baik di lingkungan Unpad maupun di tempat-tempat lain yang menjadi bagian dari pendidikan Unpad, termasuk di masyarakat pendidikan,” kata Prof Arief.
Ia juga menekankan bahwa persoalan ini tak hanya menyangkut aspek pendidikan formal, tetapi juga menyoroti pentingnya pembinaan dan pengawasan terhadap mahasiswa kedokteran yang menjalani praktik di rumah sakit pendidikan.
“Yang bersangkutan berasal dari Program Studi Anestesiologi. Kami sudah berkoordinasi dengan Dekan Fakultas Kedokteran, Direktur Utama RSHS, serta Kementerian Kesehatan, agar penanganan kasus ini dilakukan secara komprehensif,” katanya.