Ntvnews.id, Jakarta - Di tengah harapan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang profesional dan beretika, dua kasus mengejutkan mencuat ke permukaan. Dua dokter yang seharusnya menjadi pelindung dan penyembuh, justru terlibat dalam tindakan tak senonoh yang mencoreng citra dunia medis Indonesia.
Dokter Priguna Anugerah Pratama – dari Residen jadi Tersangka
Priguna Anugerah Pratama, seorang dokter lulusan Universitas Padjajaran tengah menjadi dokter residen Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) anestesi di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung. Dokter Priguna menjadi sorotan setelah diduga melakukan pemerkosaan terhadap keluarga pasien.
Modus operandi Priguna terbilang licik. Ia memanfaatkan posisinya sebagai dokter untuk mendekati korban dengan alasan pemeriksaan medis. Salah satu korban, FH (21), dibius dan diperkosa oleh Priguna di ruang medis rumah sakit.
Kasus ini memicu kemarahan publik dan para pejabat. Ketua DPR Puan Maharani, menyebut tindakan Priguna sebagai "pengkhianatan serius terhadap etika kemanusiaan." Sebagai konsekuensi, Konsil Kesehatan Indonesia mencabut hak praktik Priguna secara permanen.
Dokter Priguna Anugerah (Instagram)
“Dunia kedokteran adalah ruang suci untuk menyembuhkan, bukan tempat untuk merusak martabat manusia. Tindakan pelaku adalah bentuk kejahatan yang tidak bisa ditoleransi dalam bentuk apa pun,” ujar Puan, Kamis, 10 April 2025.
Dokter Priguna sudah menjadi tersangka. Polda Jawa Barat sudah memeriksa 17 saksi dalam kasus Dokter Priguna yang menyuntik bius sebanyak 15 kali kepada si korban.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin sudah memerintahkan pemberhentian sementara PPDS Unpad di RSHS Bandung.
Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Jawa Barat, Kombes Pol Surawan, mengungkapkan bahwa hingga saat ini tersangka baru mengakui perbuatannya terhadap satu korban, yang merupakan anggota keluarga pasien yang sedang dirawat di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung.
“Yang keterangan dia sih masih yang awal (satu korban), yang terakhir korban itu. Sementara dua lagi sedang kami dalami,” kata Surawan di Bandung, Senin, 14 April 2025.
Kombes Pol Surawan mengungkapkan bahwa pihak kepolisian telah menerima laporan tambahan dari dua korban lain yang mengaku mengalami perlakuan serupa oleh tersangka, seorang dokter peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Padjadjaran.
Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri mengkritik langkah polisi dalam memeriksa kasus tersebut. Dia menyebut langkah Polda Jawa Barat membuka kemungkinan pelaku mengidap kelainan seksual seperti somnofilia.
Reza menjelaskan bahwa pelaku diduga melakukan kekerasan terlebih dahulu untuk membuat korban tidak sadar, sebelum kemudian melakukan aksi bejatnya.
“Dengan kata lain, keterangsangan seksual P mirip dengan orang kebanyakan,” katanya. Ia menegaskan bahwa kondisi pasif korban bukanlah pemicu gairah seksual, melainkan kondisi yang sengaja diciptakan pelaku demi mempermudah aksinya tanpa adanya perlawanan.
Dokter Kandungan Raba-Raba Bumil Saat USG
Tak kalah mengejutkan, seorang dokter kandungan di Garut, Jawa Barat, diduga melakukan pelecehan seksual terhadap pasiennya saat pemeriksaan USG. Aksi tak senonoh ini terekam kamera CCTV dan viral di media sosial.
Dokter tersebut, yang dikenal berinisial Sy diduga meraba payudara pasien saat melakukan pemeriksaan. Korban, yang tengah hamil, merasa risih dan mencoba menolak tindakan tersebut.
Dokter Sy viral di sosial media diduga melakukan tindakan tidak senonoh saat memeriksa pasien di ruang praktik. Seorang perempuan berinisial D, yang mengaku sebagai salah satu korban, menyampaikan bahwa ia merasa ada perlakuan tidak wajar selama pemeriksaan.
Ia bahkan sempat berkonsultasi dengan bidan setelahnya karena merasakan adanya tindakan yang melewati batas profesional.
“Dokternya sempat memegang area sensitif, dan bahkan mengelus bagian tubuh lain yang tidak ada kaitannya dengan pemeriksaan,” kata D dalam sebuah pernyataan yang beredar di media sosial.
Bahkan sosok wanita yang diduga istri sang dokter Sy, pemilik akun Twitter @thiana*** mengunggah pengakuan mengejutkan pada 13 Februari 2025. Dokter Sy dan sang istri sudah resmi bercerai. Sejak bulan Februari, mantan istrinya sudah mulai mencurigai perilaku tak wajar dari Dokter Sy dan akhirnya memutuskan untuk bercerai.
Ia juga mengungkapkan bahwa jumlah korban yang mengaku dilecehkan oleh M Syafril Firdaus sangat banyak, bahkan hingga kini ia masih menerima berbagai laporan dari mereka.
"Bagi pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan perilaku mantan suami saya, silahkan hubungi ybs langsung dan mohon untuk tidak menghubungi saya lagi. Sudah sangat banyak aduan yang sampai saat ini masih saya terima," tandasnya terkait dengan kasus dugaan pelecehan dokter Sy.
Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni meminta pihak kepolisian yakni Polda Jabar menangkap dokter kandungan cabul tersebut.
"Ini Polda Jabar @divisihumaspolri @humaspoldajabar @humas_jabar @polresgarut ini Sangat WAJIB fi Tangkep... G bisa di Diamkan..." tulis Ahmad Sahroni diakun IG nya.
View this post on Instagram
Kasus ini memantik anggota Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni. Politisi Partai Nasdem ini mengecam keras tindakan ini dan mendesak pihak kepolisian untuk segera menangkap pelaku.
Kendati begitu, belum ada keterangan resmi atau bantahan dari Dokter Sy berikut klinik tempat berprakteknya. Belum ada klarifikasi dari pihak Dokter Sy dan klinik.
Kedua kasus ini menyoroti pentingnya integritas dan etika dalam profesi medis. Dokter memiliki tanggung jawab besar terhadap pasien, bukan hanya dalam hal penyembuhan fisik, tetapi juga menjaga kepercayaan dan keamanan mereka.
Pelanggaran etika oleh oknum dokter tidak hanya merugikan korban secara langsung, tetapi juga merusak citra profesi medis secara keseluruhan. Masyarakat menjadi ragu dan takut untuk mencari bantuan medis, yang pada akhirnya dapat berdampak buruk pada kesehatan publik.
Dokter Syafril Lecehkan Bumil di Garut (Instagram)
Untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat, perlu adanya langkah-langkah konkret seperti, pertama, penegakan hukum yang tegas. Bahwa pelaku harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku, tanpa ada toleransi.
Kedua, pendidikan etika yang lebih kuat. Institusi pendidikan kedokteran harus menekankan pentingnya etika dan integritas dalam kurikulum mereka.
Ketiga, pengawasan ketat. Rumah sakit dan klinik harus memiliki sistem pengawasan yang efektif untuk mencegah terjadinya pelecehan.
Terakhir, dukungan untuk korban. Korban pelecehan harus mendapatkan dukungan psikologis dan hukum untuk membantu mereka pulih dari trauma.
Profesi medis adalah panggilan mulia yang memerlukan dedikasi, empati, dan integritas. Kasus-kasus seperti ini seharusnya menjadi peringatan bagi semua pihak untuk tidak menyalahgunakan kepercayaan yang diberikan oleh pasien.
Mari kita bersama-sama menjaga kemuliaan profesi medis dan memastikan bahwa setiap pasien merasa aman dan dihormati saat mencari perawatan.