Rusia Bakal Beri Insentif Uang Bagi Pelajar yang Hamil

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 5 Mei 2025, 07:37
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Ilustrasi hamil Ilustrasi hamil (Pixabay)

Ntvnews.id, Moskow - Sebuah kebijakan baru di Rusia yang memberikan insentif uang tunai kepada perempuan hamil, termasuk siswi sekolah dan mahasiswi, memicu perdebatan di tengah penurunan tajam angka kelahiran di negara tersebut. Para pengkritik menilai kebijakan ini berpotensi mendorong peningkatan angka kehamilan remaja.

Dilansir dari BBC, Senin, 5 Mei 2025, sejak Januari tahun ini, sebanyak 27 wilayah telah menjalankan program tersebut, yang memungkinkan mahasiswi hamil menerima insentif satu kali.

Di mayoritas daerah, perempuan di bawah usia 25 tahun berhak mengikuti program ini. Jumlah insentif yang diberikan bervariasi tergantung wilayah, namun di banyak tempat mencapai 100.000 rubel (sekitar Rp20 juta).

Kementerian Tenaga Kerja Rusia menetapkan bahwa insentif ini merupakan bagian dari “program regional untuk meningkatkan angka kelahiran” yang mulai berlaku pada Februari lalu, dan mencakup pembayaran kepada siswi hamil.

Baca Juga: Pemutilasi Pacar Hamil di Serang waktu Kecil Pernah Masuk TV, Dagang Opak Demi Hidup

Kebijakan ini menuai sorotan tajam di beberapa wilayah seperti Oryol, Bryansk, dan Kemerovo, karena cakupannya diperluas hingga mencakup siswi sekolah yang berarti remaja di bawah 18 tahun juga memenuhi syarat.

Tidak ada batasan usia minimum yang ditetapkan. Di Rusia, usia sah untuk berhubungan seksual adalah 16 tahun.

Ksenia Goryacheva, anggota Duma (parlemen Rusia) yang dikenal mendukung pemerintahan Presiden Vladimir Putin, mengkritik skema tersebut.

"Ketika seorang anak melahirkan anak, itu bukanlah heroisme, melainkan tragedi," katanya.

"Jangan gunakan kepolosan anak-anak sebagai cara untuk memperbaiki statistik demografi." tambahnya.

Sementara itu, Nina Ostanina, anggota Duma yang dikenal sebagai pembela hak-hak keluarga, menilai insentif ini seharusnya dipahami sebagai bentuk “propaganda [melawan] terjadinya kelahiran dini”, yang menurutnya bertentangan dengan “nilai-nilai tradisional.”

Baca Juga: KemenPPPA Dalami Kasus Pelecehan Seksual Ibu Hamil oleh Dokter Kandungan di Garut

Ia menegaskan bahwa program tersebut tidak dimaksudkan untuk mendorong perempuan di bawah usia 18 tahun agar hamil dan melahirkan.

Gubernur Oryol, Andrey Klychkov, juga menanggapi polemik ini dengan menyatakan bahwa kebijakan tersebut adalah “dukungan yang terukur” bagi mereka yang “menghadapi situasi kehidupan yang sulit, disetujui di tingkat federal dan bukan berita yang meragukan untuk tajuk utama yang dramatis.”

Data menunjukkan bahwa tahun lalu Rusia mencatatkan tingkat kelahiran terendah dalam 25 tahun, hanya mencapai 1,2 juta kelahiran.

Pada Juli, juru bicara Kremlin Dmitry Peskov menyebut angka tersebut sebagai “sangat rendah” dan “bencana bagi masa depan bangsa.”

Badan Statistik Rusia, Rosstat, memperkirakan populasi negara itu bisa menurun menjadi 139 juta jiwa pada 2046, dari 146 juta jiwa pada awal 2023.

Isu demografi telah menjadi topik utama dalam banyak pidato Presiden Vladimir Putin selama bertahun-tahun. Dalam pidatonya pada Desember lalu, ia menyebut bahwa “meningkatkan situasi demografi, mendukung angka kelahiran dan keluarga besar” adalah “tujuan nasional prioritas kita.”

Di tengah dorongan kebijakan untuk mempercepat pembentukan keluarga, seruan agar perempuan menikah dan memiliki anak lebih awal juga kian nyaring.

Dalam konferensi nasional pada Februari lalu, profesor dari Akademi Ilmu Pengetahuan Rusia, Igor Kogan, menyatakan bahwa pengalaman seksual pertama gadis Rusia yang menurutnya biasanya terjadi pada usia 16 tahun seharusnya “berakhir dengan kehamilan dan persalinan yang sukses.” Namun ia kemudian mengklarifikasi bahwa usia yang dianggap “normal” untuk hal tersebut adalah antara 19 hingga 22 tahun.

x|close