Ntvnews.id, Washington DC - Kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang melarang Universitas Harvard menerima mahasiswa internasional sementara dihentikan oleh seorang hakim distrik AS. Penangguhan ini dilakukan setelah Harvard mengajukan gugatan hukum. Namun, Gedung Putih merespons dengan keras terhadap keputusan hakim tersebut.
Dilansir dari Reuters, Senin, 26 Mei 2025, Dalam dokumen gugatan yang diajukan ke pengadilan federal di Boston, Massachusetts, Harvard menyatakan bahwa kebijakan pemerintahan Trump merupakan “pelanggaran terang-terangan” terhadap Konstitusi dan hukum federal AS. Gugatan tersebut ditujukan untuk menolak langkah pemerintah yang mencabut hak universitas menerima mahasiswa asing.
Menanggapi gugatan tersebut, Hakim Distrik AS Allison Burroughs mengeluarkan putusan awal yang memerintahkan penghentian sementara atas kebijakan tersebut.
Baca Juga: Trump Potong Lagi Anggaran ke Harvard
Hakim Burroughs menyatakan bahwa pemerintahan Trump "dilarang untuk melanjutkan pencabutan sertifikasi SEVP" terhadap Harvard. SEVP, atau Program Mahasiswa dan Pengunjung Pertukaran, merupakan sistem utama yang mengatur izin mahasiswa asing untuk belajar di AS.
Keputusan tersebut akan berlaku selama dua minggu ke depan, dan sidang lanjutan telah dijadwalkan pada 27 dan 29 Mei guna menentukan langkah berikutnya dalam perkara ini.
Menanggapi putusan tersebut, juru bicara Gedung Putih Abigail Jackson, sebagaimana dikutip oleh Reuters, menyatakan bahwa hakim tidak terpilih seperti Burroughs tidak memiliki wewenang untuk menghalangi kebijakan imigrasi dan keamanan nasional pemerintahan Trump.
"Seorang hakim yang tidak dipilih tidak seharusnya menghalangi pemerintah dalam menjalankan kontrol sah atas kebijakan imigrasi dan keamanan nasional," tegas Jackson.
Pemerintah Trump memiliki opsi untuk mengajukan banding terhadap keputusan tersebut.
Baca Juga: Dana ke Harvard Diberhentikan oleh Trump, Ini Alasannya
Latar belakang larangan ini berakar pada ketegangan antara pemerintahan Trump dan Universitas Harvard, yang menolak campur tangan pemerintah pusat dalam proses penerimaan dan pengelolaan akademik. Harvard juga menghadapi tudingan dari pihak Trump sebagai pusat ideologi “woke” dan anti-Semitisme.
Selain mengancam akan meninjau pendanaan federal senilai US$ 9 miliar yang diberikan kepada Harvard, pemerintahan Trump juga sudah membekukan dana hibah awal sebesar US$ 2,2 miliar dan mendeportasi seorang peneliti dari Harvard Medical School.
Dalam gugatan resminya, Harvard menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk pembalasan karena universitas menegakkan hak kebebasan berpendapat berdasarkan Amandemen Pertama. Harvard menyebut pemerintah telah bertindak secara sepihak dan melampaui batas dengan mencoba mengontrol kurikulum, tata kelola, serta ideologi di kampus.
Universitas tersebut meminta pengadilan untuk menghentikan kebijakan yang dinilai "sewenang-wenang, tidak masuk akal, inkonstitusional, dan melanggar hukum."