Ntvnews.id, Moskow - Rusia menegaskan bahwa tidak realistis untuk berharap adanya kemajuan cepat dalam perundingan terkait konflik Ukraina. Pernyataan ini disampaikan sehari setelah Moskow menolak ajakan Kyiv untuk melakukan gencatan senjata tanpa syarat dalam pembicaraan yang digelar di Istanbul.
Dalam pertemuan yang berlangsung kurang dari dua jam itu, kedua pihak sepakat untuk melakukan pertukaran besar tahanan perang serta bertukar dokumen rencana menuju perdamaian yang disebut sebagai “memorandum.”
Tiga tahun lebih sejak dimulainya invasi Rusia — yang telah merenggut puluhan ribu nyawa dari kedua pihak dan menyebabkan jutaan warga Ukraina timur terpaksa mengungsi — tampaknya belum ada titik temu antara Moskow dan Kyiv.
"Masalah penyelesaian sangat rumit dan melibatkan sejumlah besar nuansa," ujar Juru Bicara Kremlin, Dmitry Peskov, kepada para wartawan pada Selasa, sebagaimana dilansir Anadolu, Rabu, 4 Juni 2025.
"Salah untuk mengharapkan solusi dan terobosan segera," tambahnya.
Baca Juga: Dilarang AS, Rusia Bela Iran Soal Nuklir
Menurut dokumen yang dirilis oleh media pemerintah Rusia, Moskow mensyaratkan agar Ukraina menarik pasukannya dari empat wilayah di timur dan selatan — yang diklaim telah dianeksasi — sebelum bersedia menghentikan ofensif militer.
Sementara itu, Ukraina tetap mendesak agar diberlakukan gencatan senjata secara total dan tanpa prasyarat. Namun, Rusia hanya menawarkan jeda tembak terbatas selama dua hingga tiga hari di beberapa titik garis depan, menurut keterangan perunding utama Moskow.
Menteri Luar Negeri Ukraina, Andriy Sybiga, pada Selasa mengecam keras posisi Rusia yang dinilainya hanya mengulang "ultimatum lama yang tidak membawa situasi lebih dekat ke perdamaian sejati" dan karena "sejauh ini menolak format yang berarti untuk gencatan senjata".
Di sisi lain, Peskov juga menyampaikan penolakannya terhadap kemungkinan pertemuan puncak antara pemimpin Rusia, Ukraina, dan Amerika Serikat.
Baca Juga: Rusia Beri Hadiah untuk Tambah Kekuatan Korea Utara
"Dalam waktu dekat, itu tidak mungkin," ucap Peskov kepada awak media saat ditanya mengenai peluang pertemuan tersebut, sambil menekankan bahwa pertemuan semacam itu hanya dapat berlangsung jika negosiator dari kedua negara sudah mencapai "kesepakatan".
Sementara itu, Gedung Putih menyampaikan pada Senin bahwa Presiden AS Donald Trump "terbuka" terhadap kemungkinan pertemuan tersebut, yang juga mendapat dukungan dari Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Serangan ke Warga Sipil
Zelensky menuding Rusia "sengaja" menyasar warga sipil dalam serangan roket yang menghantam kota Sumy, sekitar 30 kilometer dari perbatasan Rusia, dan menyebabkan empat orang meninggal dunia.
Pasukan Rusia dilaporkan mempercepat pergerakan mereka di kawasan tersebut dengan tujuan membentuk apa yang disebut Presiden Vladimir Putin sebagai "zona penyangga" di wilayah Sumy, timur laut Ukraina.
Melalui video yang diunggah, Zelensky menunjukkan kondisi pasca serangan, memperlihatkan mobil-mobil yang hancur dan jenazah korban yang tergeletak di jalan.
“Serangan itu mengungkapkan semua yang perlu diketahui tentang apa yang disebut 'keinginan' Rusia untuk mengakhiri perang ini,” tegasnya, sembari menyerukan "tindakan tegas" dari pihak Amerika Serikat dan negara-negara Eropa guna menekan Rusia agar mau menghentikan pertempuran.
"Setiap hari, Rusia memberikan alasan baru untuk sanksi yang lebih keras dan dukungan yang lebih kuat untuk pertahanan kita," lanjut Zelensky.
“Seorang gadis berusia tujuh tahun termasuk di antara 20 orang yang terluka, dengan para dokter berjuang untuk hidupnya.” ujar penjabat Wali Kota Sumy, Artem Kobzar, melaporkan bahwa