Ntvnews.id, Jakarta - Sekjen DPP Partai Golkar, Muhammad Sarmuji, mengimbau Kementerian Kebudayaan untuk lebih cermat dalam menulis ulang sejarah Indonesia, agar tidak terjebak dalam narasi tunggal yang memunculkan kesan bahwa "sejarah ditulis oleh pemenang."
"Karena itu kita mesti hati-hati dalam menulis sejarah jangan sampai adagium 'Sejarah ditulis oleh pemenang' itu terjadi," ujar Sarmuji di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Senin, 16 Juni 2025.
Ia juga menekankan pentingnya penulisan ulang sejarah dilakukan secara objektif dan berlandaskan fakta yang sebenar-benarnya. Menurutnya, hal ini krusial agar generasi mendatang dapat memetik pelajaran yang tepat dari setiap jejak perjalanan bangsa, baik yang manis maupun penuh luka.
"Pengalaman pahit supaya tidak terulang, pengalaman baik supaya bisa dinapaktilasi jejak sejarahnya. Oke?" ujarnya.
Karena itu, ia mendorong Kementerian Kebudayaan untuk terlebih dahulu mengkaji urgensi dari rencana penulisan ulang sejarah Indonesia, agar langkah tersebut benar-benar memiliki dasar yang kuat dan tidak dilakukan secara tergesa-gesa.
Baca juga: Menteri HAM Dukung Penulisan Ulang Sejarah dengan Tone Positif
"Apakah memang sejarah yang ada sekarang itu banyak yang perlu diluruskan atau seperti apa?" ujarnya.
Pasalnya, ia menambahkan, sejarah yang ditulis ulang itu kelak akan menjadi referensi penting bagi generasi mendatang dalam memahami perjalanan bangsanya.
"Apa yang terjadi hari ini akan menjadi sejarah, dan sejarah itu yang akan dibaca oleh generasi masa depan, generasi masa depan akan memetik apa yang dituliskan oleh generasi saat ini," ujarnya.
Sebelum ini, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menegaskan dalam sebuah wawancara publik bahwa penggunaan istilah "perkosaan massal" memerlukan kehati-hatian dan kerangka akademik yang ketat, karena hal ini dapat berdampak negatif pada citra kolektif bangsa dan membutuhkan bukti yang kuat.
Menurutnya, pernyataan tersebut tidak menyangkal kekerasan seksual. Sebaliknya, mereka menekankan bahwa sejarah harus didasarkan pada bukti yang telah diuji secara akademik dan hukum.
"Penting untuk senantiasa berpegang pada bukti yang teruji secara hukum dan akademik, sebagaimana lazim dalam praktik historiografi. Apalagi menyangkut angka dan istilah yang masih problematik," kata Fadli Zon.
Baca juga: PDIP Ogah Penulisan Ulang Sejarah RI Berdasar Cerita Sang Pemenang
(Sumber: Antara)