Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara Dinilai Jaga Kedaulatan Fiskal

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 19 Jun 2025, 09:06
thumbnail-author
Moh. Rizky
Penulis
thumbnail-author
Siti Ruqoyah
Editor
Bagikan
Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo Kapolri Jenderal Pol. Listyo Sigit Prabowo (Antara)

Ntvnews.id, Jakarta - Apresiasi mendalam disampaikan atas kebijakan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang membentuk Satgassus Optimalisasi Penerimaan Negara. Langkah ini dinilai manuver tepat, strategis, dan sangat dibutuhkan oleh bangsa yang tengah berjuang membangun fondasi fiskal yang kuat, mandiri, dan berkeadilan.

Satgassus dipandang bukan hanya sekadar upaya administratif dari institusi kepolisian, tetapi merupakan ikhtiar moral negara dalam membenahi kebocoran struktural yang selama ini merusak sendi penerimaan nasional.

“Negara ini terlalu sering hadir dengan tangan keras untuk urusan politik, tapi kerap absen saat harus menambal lubang fiskal yang diciptakan oleh sistem yang lemah. Kini Polri menunjukkan keberanian yang jarang: masuk ke sektor yang sunyi, tapi sangat menentukan,” ujar R. Haidar Alwi, pendiri Haidar Alwi Care dan Haidar Alwi Institute, Kamis, 19 Juni 2025.

Dari sisi hukum, pembentukan Satgassus berada dalam jalur konstitusional. Kapolri memiliki wewenang untuk membentuk satuan tugas berdasarkan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian, khususnya Pasal 14 ayat (1) huruf b dan i. Yang penting bukan hanya dasar hukumnya, melainkan tujuan dan transparansinya.

Menurut Haidar Alwi, penunjukan Herry Muryanto sebagai kepala Satgassus dan Novel Baswedan sebagai wakil adalah sinyal bahwa satgas ini dibentuk dengan serius, bukan sebagai alat politik, melainkan sebagai instrumen perbaikan sistemik.

“Satgassus ini bukan untuk menyaingi lembaga lain, tapi untuk mengisi kekosongan yang selama ini hanya diperdebatkan tanpa tindakan. Selama tetap akuntabel, tidak ada alasan publik untuk meragukannya,” kata dia.

Walau demikian, ia juga memberikan catatan. Menurutnya, keberanian membentuk struktur harus dibarengi dengan disiplin moral dan kesediaan untuk dievaluasi publik. Satgassus harus membuka diri terhadap audit, laporan periodik, dan kontrol masyarakat sipil agar tidak menjelma menjadi kekuasaan tak tersentuh.

Haidar Alwi menyoroti akar masalah kenapa Satgassus ini sangat relevan. Salah satu contoh yang diangkat adalah temuan Satgassus di sektor perikanan, terutama di Pelabuhan Benoa dan Mayangan. Di lokasi-lokasi ini ditemukan ratusan kapal yang tidak memiliki izin atau melakukan praktik ukur ulang kapal di bawah 30 GT untuk menghindari pungutan PNBP.

“Dari data yang saya telaah, potensi kehilangan penerimaan negara dari praktik manipulasi izin kapal dan penghindaran PNBP bisa mencapai lebih dari Rp3,2 triliun per tahun, hanya dari sektor perikanan skala menengah dan besar,” jelasnya. Angka ini belum mencakup sektor tambang, kehutanan, dan logistik, yang juga sarat praktik penghindaran pajak dan permainan administratif.

Ia menyatakan bahwa luka ini bukan hanya soal uang, tapi soal kedaulatan. Sebab ketika negara tak mampu memungut haknya sendiri, maka negara telah kehilangan otoritas moral dan fiskal. Satgassus ini, menurut Haidar, menjadi penting karena memulihkan wibawa negara di tempat yang paling sering dilupakan, yaitu meja izin dan dermaga nelayan.

Haidar Alwi mengajak seluruh rakyat Indonesia untuk tidak bersikap sinis terhadap upaya perbaikan yang dilakukan oleh negara, selama upaya itu menunjukkan niat dan arah yang benar. Ia memahami bahwa masyarakat sering skeptis terhadap pembentukan tim-tim baru yang hanya kuat di nama tapi lemah dalam hasil. Namun Satgassus kali ini, menurutnya, berbeda.

“Bukan karena siapa yang membentuk, tapi karena siapa yang diajak bergabung dan apa yang dikerjakan. Ketika aparat masuk ke ruang fiskal, dan melakukannya dengan metodologi yang bersih, maka itu harus kita dukung. Tapi jangan diberi cek kosong. Dukung, tapi awasi,” katanya.

Ia menyerukan agar Satgassus secara berkala membuka laporan kerja kepada publik, termasuk temuan kebocoran, perbaikan sistem, hingga rekomendasi peraturan yang akan diperjuangkan. Dengan demikian, kepercayaan publik bisa dibangun bukan lewat janji, tapi lewat kejelasan arah dan pencapaian yang terukur.

Kapolri, kata dia telah membuka pintu yang selama ini tertutup rapat, yaitu pintu intervensi aktif terhadap kebocoran fiskal yang sering dibiarkan. Satgassus ini, dalam pandangan Haidar Alwi, bukan hanya upaya menyelamatkan uang negara, tetapi menyelamatkan kepercayaan bangsa terhadap instrumen-instrumen hukumnya sendiri.

"Langkah ini memang belum sempurna. Tapi di negeri yang sudah terlalu lelah dengan janji dan kompromi, keberanian seperti ini pantas disambut, dikawal, dan diberi ruang untuk tumbuh," kata dia.

Lebih jauh, Haidar Alwi menyebut Satgassus ini sebagai prototipe moral birokrasi baru, yakni satuan yang tidak hanya bergerak karena perintah struktur, tapi karena rasa tanggung jawab terhadap masa depan republik. “Kalau benar dijaga, ini bukan hanya Satgas. Ini bisa jadi simbol bahwa negara masih bisa berubah ke arah yang lebih bersih, dan saya yakinkan kepada seluruh masyarakat Indonesia bahwa kepemimpinan Kapolri jenderal Listyo Sigit Prabowo adalah yang terbaik,” pungkas Haidar Alwi.

x|close