Ntvnews.id, Jakarta - Sengketa kepemilikan aset antara Yayasan Administrasi Indonesia (YAI) dengan sejumlah pihak swasta dan perbankan belum menunjukkan titik terang. Konflik yang telah berlangsung sejak pertengahan 2024 ini menimbulkan kekhawatiran akan nasib ribuan mahasiswa Universitas Persada Indonesia YAI, yang terancam kehilangan kampus tempat mereka menimba ilmu.
Persoalan bermula dari kesepakatan yang ditandatangani pada 19 Juni 2024 antara YAI dan PT Dutamas Putra Utama (PT D) mengenai pengambilalihan seluruh operasional YAI, termasuk aset lahan dan gedung kampus di Jalan Diponegoro No. 74, Jakarta Pusat. Nilai kesepakatan tersebut mencapai Rp180 miliar, di mana PT D bersedia menanggung utang YAI ke Bank Panin sebesar Rp89,8 miliar dan telah membayarkan uang muka Rp10 miliar kepada pengurus yayasan.
Namun, perkembangan selanjutnya justru menimbulkan polemik. Pada 15–25 Juli 2024, Bank BNI mengajukan permohonan lelang eksekusi hak tanggungan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), terkait agunan milik PT Indosari Murni, debitur yang memiliki hubungan dengan YAI.
Lelang terbuka digelar KPKNL pada 27 Agustus 2024. Meskipun sebelumnya dikabarkan PT D akan menjadi pemenang lelang, ternyata PT Berkat Maratua Indah (PT B) yang dinyatakan sebagai pemenang. Kondisi ini menjadi pemicu konflik terbuka antara para pihak yang terlibat.
Dalam rentang September 2024 hingga Februari 2025, PT D menuntut pengembalian dana uang muka yang telah diserahkan kepada pengurus YAI. Bahkan somasi kedua dilayangkan pada 9 April 2025 dengan tuntutan pengembalian uang muka paling lambat pada 14 April. Hingga tenggat waktu tersebut, belum ada tanggapan dari pihak YAI.
Ketua YAI, Yudi Yulius, dalam rapat bersama Komisi III DPR RI menjelaskan bahwa yayasan sebelumnya mengajukan kredit sebesar Rp350 miliar ke Bank BNI pada 2014. Namun, pada 2016 YAI mengalami gagal bayar akibat dugaan penyelewengan oleh oknum internal yang kini telah diproses hukum.
“YAI kemudian bekerja sama dengan PT D untuk menyelamatkan aset dan operasional kampus, dengan harapan PT D akan mengambil alih melalui mekanisme lelang. Tapi hasilnya di luar dugaan. Pemenangnya justru PT B,” ujar Yudi.
Sebelumnya dikutip dari website GERINDRA, Komisi III DPR RI menerima aspirasi dari PT Indosari Murni terkait rencana eksekusi lahan Universitas Persada Indonesia (UPI) dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dan Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kapolres Metro Jakarta Pusat, dan kuasa hukum PT Indosari Murni. Komisi III meminta Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk menunda dan mengevaluasi permohonan eksekusi pengosongan lahan kampus UPI YAI.
Penundaan dan evaluasi permohonan eksekusi pengosongan lahan ini dipertimbangkan dengan memperhatikan aspek kemanusiaan serta keberlangsungan pendidikan bagi ribuan mahasiswa dan dosen di UPI. Selain itu, Komisi III juga meminta Ditreskrimum Polda Metro Jaya dan Kapolres Metro Jakarta Pusat untuk tidak terlibat dalam proses eksekusi tersebut.
Komisi III akan melakukan tindak lanjut kasus ini melalui mediasi antara pihak-pihak terkait untuk mencari solusi bersama.
“Jadi kita akan lanjutkan dengan mediasi. Kalau ada teman-teman yang ingin ikut berkomunikasi, silahkan, nanti saya akan fasilitasi,” kata Habiburokhman di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (18/2/2025).
Sebagai informasi, eksekusi pengosongan lahan Universitas Persada Indonesia YAI berdasarkan perkara PN Jakpus No. 58/Pdt/Eks-RL/2024/PN Jkt.Pst direncanakan pada 25 Februari 2025 mendatang.