Ntvnews.id, Jakarta - Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya mengungkap praktik penipuan yang melibatkan dua orang karyawan ekspedisi, dengan modus penyalahgunaan data 10 ribu pelanggan untuk mengirimkan paket palsu.
Kasus ini menjadi sorotan karena para pelaku dengan sengaja membobol sistem internal perusahaan guna mengakses data pribadi konsumen, lalu menyalahgunakannya untuk melakukan penipuan dengan metode Cash on Delivery (COD).
Menurut AKBP Reonald Simanjuntak, Kasubbid Penmas Polda Metro Jaya, pelaku tidak mengirimkan barang sesuai pesanan pelanggan. Sebaliknya, mereka mengirimkan paket palsu berisi kain perca dan koran bekas.
“Pada saat memesan barang di marketplace, korban klik perusahaan jasa ekspedisi sebagai jasa pengantar barang kepada korban. Namun pelaku memanfaatkan waktu 7 hari untuk menyiapkan paket palsu yang berupa kain perca dan koran bekas yang akan diantarkan ke korban,” ujarnya dalam keterangan kepada wartawan, dilansir Minggu, 13 Juli 2025.
Modus ini terungkap setelah banyak korban mengeluh melalui layanan pelanggan perusahaan ekspedisi tersebut. Korban baru menyadari mereka ditipu ketika melakukan unboxing barang dan mendapati isi paket tidak sesuai pesanan.
“Pada saat unboxing, korban sadar ini bukan barang yang dipesan korban atau tidak sesuai dengan yang dipesan kemudian korban komplain ternyata setelah dicek barang yang dipesan masih ada dan belum diantarkan,” lanjut Reonald.
Dari audit internal perusahaan, ditemukan adanya 294 pengiriman COD yang tercatat selesai lebih cepat dari batas waktu tujuh hari pengiriman. Pengiriman-pengiriman ini ternyata dikendalikan dari kantor cabang Lengkong, Bandung, Jawa Barat yang kemudian diketahui menjadi lokasi penyalahgunaan wewenang oleh karyawan internal.
Hasil penyelidikan mengarah pada penangkapan dua tersangka, pria berinisial T dan MFB. T diketahui merupakan pekerja harian lepas yang bertugas menyortir barang pesanan sesuai tujuan pengiriman, sedangkan MFB adalah mantan kurir dari perusahaan yang sama.
Kejahatan ini dikendalikan oleh pria berinisial G, yang saat ini berstatus buron. Ia merekrut MFB dengan iming-iming bayaran Rp 2.500 untuk setiap pemesanan COD yang berhasil dipalsukan.
MFB kemudian mengajak T untuk membocorkan data pelanggan demi menjalankan skema penipuan ini, dan menjanjikan T bayaran Rp 1.500 per pemesanan. Dalam praktiknya, T menyalahgunakan akun milik karyawan lain untuk mengakses sistem operasional internal perusahaan.
“Tersangka T menggunakan akun atau user milik karyawan jasa ekspedisi lain tanpa sepengetahuan pemilik akun mengakses ke sistem operasional,” jelas Reonald.
Melalui sistem tersebut, T memperoleh data pelanggan seperti nama, alamat, nomor telepon, jenis dan jumlah pesanan, hingga nominal biaya COD. Berbekal data inilah para pelaku menjalankan aksinya, merugikan perusahaan ekspedisi hingga Rp 35 juta secara materiil dan kehilangan kepercayaan masyarakat secara imateriil.
Polda Metro Jaya telah menetapkan T dan MFB sebagai tersangka dan menahan keduanya. Mereka dijerat dengan Pasal 46 Jo Pasal 30 dan/atau Pasal 48 Jo Pasal 32 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).