Ntvnews.id, Jakarta - Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto mengungkapkan bahwa pembentukan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 Tentang Perubahan UUD No 34 Tahun 2004 tentang TNI telah dilakukan secara terbuka serta melibatkan partisipasi publik.
"DPR RI menyatakan bahwa partisipasi publik dan keterbukaan telah dilakukan sejak tahap perencanaan sampai pengundangan," kata Utut Adianto di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi (MK), Senin 23 Juni 2025.
Baca Juga: Wamendagri: Anggaran Retret Kepala Daerah Gelombang II Tidak Lebih dari Rp500 Juta
Utut Adianto memaparkan bahwa dalam tahap perencanaan yang berlangsung pada Oktober hingga November 2024, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI telah menggelar berbagai kegiatan, termasuk rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama sejumlah institusi.
Ia menyebutkan, DPR juga melakukan kunjungan kerja ke beberapa daerah, seperti Jawa Timur, Kalimantan Utara, Sumatera Utara, Lampung, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Tenggara. Kegiatan ini bertujuan untuk menjaring aspirasi masyarakat terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Perubahan atas UU TNI.
Ketua Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) DPR Utut Adianto (NTVnews.id)
Lebih lanjut, Utut menjelaskan bahwa DPR RI telah mengadakan sejumlah rapat dengan para pemangku kepentingan serta melibatkan peran serta masyarakat secara aktif. Langkah ini diambil sebagai bentuk pemenuhan prinsip partisipasi bermakna sebagaimana yang diamanatkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Pada tahap penyusunan, dia menambahkan Komisi I DPR RI mengadakan rapat dengar pendapat umum dengan berbagai komponen, mulai dari TNI, pemerintah, hingga koalisi masyarakat sipil. Menurut dia, pembahasan RUU TNI Perubahan dilakukan secara terbuka.
"DPR RI menyatakan bahwa selama pembahasan UU Nomor 3 Tahun 2025, sifat rapat dinyatakan terbuka. Sekali lagi, semua sifat rapat dinyatakan terbuka, kecuali rapat timus (tim perumus) dan timsin (tim sinkronisasi)," katanya.
Di sisi lain, Utut menyinggung persoalan kedudukan hukum (legal standing) para pemohon dalam lima perkara uji formal UU TNI yang tengah diperiksa MK. Ia menilai latar belakang para pemohon yang bukan merupakan prajurit TNI, melainkan mahasiswa hingga aktivis, tidak berhubungan langsung dengan UU TNI.
"Para pemohon tidak memiliki pertautan langsung dengan UU TNI karena tidak berkapasitas sebagai TNI aktif, calon prajurit TNI, bukan pegawai di instansi sipil yang berpotensi dirugikan dengan meluasnya jabatan sipil yang memungkinkan untuk dijabat oleh TNI," ucapnya.
Atas dasar itu, Utut menilai pembentukan UU TNI tidak bertentangan dengan konstitusi. Dalam petitumnya, DPR meminta MK untuk menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya setidak-tidaknya menyatakan tidak dapat diterima.
Lima perkara pengujian formal UU TNI yang tengah diperiksa MK, antara lain, Perkara Nomor 45/PUU-XXIII/2025, Nomor 56/PUU-XXIII/2025, Nomor 69/PUU-XXIII/2025, Nomor 75/PUU-XXIII/2025, dan Nomor 81/PUU-XXIII/2025.
Perkara-perkara itu dimohonkan oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Universitas Padjadjaran, Universitas Gadjah Mada, serta koalisi masyarakat sipil dan aktivis.
Dalam permohonannya, para pemohon pada pokoknya meminta MK membatalkan UU TNI yang baru karena pembentukannya dinilai tidak sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945 sehingga seharusnya dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.
(Sumber: Antara)