Ntvnews.id, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) mendesak pemerintah dan DPR RI untuk menunjukkan bukti nyata keterlibatan publik dalam proses penyusunan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025, yang merupakan revisi dari UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI).
Dalam sidang lanjutan uji formil UU TNI yang digelar di Jakarta pada Senin, 23 Juni 2025, Wakil Ketua MK Saldi Isra menegaskan bahwa dalam pengujian formil, keberadaan bukti serta fakta selama tahapan pembentukan undang-undang menjadi faktor krusial yang akan memengaruhi putusan akhir Mahkamah.
"Karena ini kan tidak soal keahlian dalam perkara pengujian formil ini, tetapi lebih pada soal bukti dan fakta. Oleh karena itu, yang harus dihadirkan ke kami itu sebetulnya adalah bukti-bukti sehingga kami bisa melihat intinya ada atau tidak hal-hal yang diceritakan tadi," ujar Saldi usai mendengarkan keterangan pemerintah dan DPR.
Ia menekankan bahwa bukti keterlibatan publik dalam proses pembentukan undang-undang harus ditunjukkan secara nyata, karena prinsip partisipasi publik wajib diterapkan di setiap tahapan—mulai dari perencanaan, pembahasan, hingga tahap pengesahan.
"Tolong nanti kami diberi penjelasan dan bukti-bukti apa bentuk partisipasi yang dilakukan di tiga tahapan penting itu," ujar Saldi.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menegaskan bahwa pemerintah dan DPR perlu melampirkan dokumen pendukung yang menunjukkan adanya keterlibatan masyarakat dalam proses penyusunan UU TNI.
Baca juga: Demo Mahasiswa Tolak Revisi UU TNI di DPR RI Berlangsung Kondusif
"Kalau kemudian ada kelompok masyarakat yang memberikan tanggapan, kami juga mohon itu ada kejelasan dokumennya, masyarakatnya siapa saja, usulannya seperti apa, siapa saja yang hadir di situ, responsnya kemudian dari pembentuk undang-undang itu seperti apa?"ujar Enny.
Senada dengan itu, Hakim Konstitusi Arief Hidayat menambahkan bahwa uji formil termasuk dalam kategori persidangan cepat, mengingat hukum acara mengatur bahwa setiap perkara harus diputus dalam batas waktu maksimal 60 hari.
"Oleh karena itu, saya mohon dari pihak DPR dan Pemerintah setelah keterangan ini, seluruh bukti-bukti yang berupa surat, tulisan, dokumen, foto-foto kegiatan bisa menjadi lampiran bukti yang dapat meyakinkan Mahkamah untuk mengambil kesimpulan bahwa dalam penyusunan undang-undang ini betul-betul dilakukan," tegasnya.
Menanggapi permintaan Mahkamah, Ketua Komisi I DPR RI Utut Adianto menyatakan bahwa pihaknya akan memberikan tanggapan secara tertulis guna menghindari kesalahan teknis. “Akan kita jawab secara tertulis semuanya, supaya tidak ada kekeliruan teknis,” ujarnya.
Sikap serupa juga disampaikan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas yang mewakili pemerintah. Ia menegaskan komitmennya untuk menyerahkan jawaban tertulis. “Nanti kami akan sampaikan secara tertulis,” ucap Supratman di akhir persidangan.
Dalam sidang lanjutan tersebut, baik pemerintah maupun DPR menegaskan bahwa UU TNI tidak bertentangan dengan konstitusi. Mereka berargumen bahwa proses penyusunan undang-undang tersebut telah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, khususnya terkait prinsip keterbukaan dan partisipasi publik.
Baca juga: DPR RI Sahkan Revisi UU TNI, Puan: Perwakilan Mahasiswa Juga Sudah Kami Dengarkan
(Sumber: Antara)