Hubungan Makin Buruk, Trump Ancam Deportasi Elon Musk

NTVNews - Berita Hari Ini, Terbaru dan Viral - 2 Jul 2025, 18:37
thumbnail-author
Deddy Setiawan
Penulis
thumbnail-author
Tasya Paramitha
Editor
Bagikan
Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Elon Musk. (Foto: Dok/Nathan Howard/Reuters) Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Elon Musk. (Foto: Dok/Nathan Howard/Reuters)

Ntvnews.id, Jakarta - Ketegangan antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan CEO Tesla Elon Musk kembali memanas pekan ini, seiring dengan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) terkait perpajakan dan belanja yang menjadi prioritas pemerintahan Trump. Perselisihan ini bahkan memunculkan wacana kontroversial mengenai kemungkinan deportasi sang pengusaha teknologi.

Dilansir dari Reuters, Rabu, 2 Juli 2025, RUU tersebut diperkirakan akan membawa perubahan besar terhadap kebijakan fiskal dan sosial negara, mencakup pengurangan signifikan dalam program bantuan sosial, perpanjangan insentif pemotongan pajak, peningkatan anggaran militer dan imigrasi, serta penambahan utang nasional sebesar US$3,3 triliun atau sekitar Rp53.000 triliun.

Elon Musk, yang sebelumnya dikenal sebagai pendukung dan penyumbang utama Partai Republik, memberikan kritik tajam terhadap RUU yang oleh Trump disebut sebagai "big, beautiful bill".

Baca Juga: Reaksi Trump Setelah Terima Penyelasan Elon Musk Usai Kritik Dirinya

Lewat platform media sosial X yang dimilikinya, Musk menggambarkan RUU tersebut sebagai "gila" dan "perbudakan utang", serta mengancam akan membentuk partai baru bernama America Party apabila rancangan undang-undang itu benar-benar disahkan.

"Setiap anggota Kongres yang berkampanye untuk memangkas belanja pemerintah lalu langsung mendukung peningkatan utang terbesar dalam sejarah seharusnya menundukkan kepala dalam rasa malu!" tulis Musk dalam unggahannya.

"Mereka akan kalah dalam pemilihan pendahuluan tahun depan jika itu adalah hal terakhir yang saya lakukan di dunia ini." sambungnya.

Trump pun merespons. Dalam pernyataan, ia melontarkan sindiran tajam terhadap Musk, bahkan menyampaikan ancaman yang menimbulkan kontroversi, yakni terkait kemungkinan pengusiran Elon Musk dari Amerika.

"DOGE mungkin harus kembali dan memangsa Elon. Bukankah itu akan sangat mengerikan?" kata Trump kepada awak media, merujuk pada Department of Government Efficiency (Doge), unit efisiensi pemerintahan yang dibentuknya dan pernah dipimpin oleh Musk, sebagaimana dilansir The Guardian.

Saat ditanya apakah ia sungguh mempertimbangkan opsi deportasi, Trump menjawab, "Saya tidak tahu, tapi kita bisa lihat." Musk pun menanggapi lewat video di X dengan menulis, "Begitu menggoda untuk eskalasi. Begitu, begitu menggoda. Tapi untuk sekarang, saya akan menahan diri."

Baca Juga: Elon Musk Mulai Kritik Trump: Malu Bagi Mereka yang Memilihnya, Itu Menjijikan

Trump melanjutkan kritiknya dengan menyebut akan mencabut berbagai bentuk subsidi pemerintah yang selama ini menopang bisnis Elon Musk, termasuk untuk Tesla dan SpaceX.

"Elon mungkin menerima subsidi lebih banyak dibanding manusia manapun dalam sejarah, jauh lebih banyak. Tanpa subsidi, Elon mungkin harus menutup usahanya dan pulang ke Afrika Selatan," tulis Trump di platform Truth Social. "Tak ada lagi peluncuran roket, satelit, atau produksi mobil listrik, dan negara kita akan menghemat UANG BESAR."

Ironisnya, ancaman tersebut muncul hanya beberapa bulan setelah Trump secara terbuka menyatakan dukungan untuk Tesla, bahkan memamerkan Model S di halaman Gedung Putih dan menyerukan kepada pendukungnya untuk membeli kendaraan listrik buatan Musk.

Bahkan, Trump diketahui membeli sebuah mobil Tesla pada Maret lalu.

Namun, kini sikapnya berubah drastis. Trump menuding Elon Musk menolak RUU tersebut karena berisi ketentuan yang akan mencabut insentif pajak untuk kendaraan listrik.

"Elon sangat marah karena mandat EV akan dihentikan," kata Trump. "Tidak semua orang menginginkan mobil listrik. Saya tidak mau mobil listrik."

Dalam perkembangan terakhir, RUU tersebut disahkan di Senat dengan margin suara yang sangat tipis.

RUU lolos dengan perolehan suara 51-50, setelah Wakil Presiden JD Vance menggunakan hak suaranya untuk memecah kebuntuan. Tiga senator dari Partai Republik—Thom Tillis (North Carolina), Susan Collins (Maine), dan Rand Paul (Kentucky)—bergabung dengan 47 senator Demokrat untuk menolak RUU tersebut.

l

x|close